Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Bank Indonesia khawatir tekanan inflasi tahun 2017 lebih besar ketimbang tahun ini. Tekanan inflasi diyakini akan didorong komponen yang harganya diatur pemerintah atau (administered price). Karena itu, BI berharap, di sisi lain, gejolak harga pangan bisa terjaga.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan, tahun ini, produk tanaman holtikultura banyak menyumbang terhadap inflasi, khususnya cabai atau bawang. Musim hujan dan kemarau basah banyak menyebabkan terjadi gagal panen.
“Tetapi di 2017, kami akan koordibasi lebih baik dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk bisa menjaga inflasi di level 4% plus minus 1%,” kata dia di Jakarta, Senin (19/12).
Agus mengatakan, komponen administered price yang berpotensi memacu inflasi tahun depan antara lain rencana pencabutan subsidi listrik untuk pelanggan 900 volt ampere (VA) dan 450 VA.
“Dan juga ada distribusi LPG 3 kg di wilayah Jawa sampai Bali. Itu akan ada pengaturan harganya juga. Keduanya itu akan memberikan tekanan pada inflasi,” ujarnya.
Sementara itu, terkait hal ini Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa hal-hal terkait administered price ini sudah disepakati. “Di UU APBN sudah disepakati yang menyangkut masalah listrik dan LPG,” katanya saat ditemui di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Senin.
Agus optimistis, harga pangan bisa terjaga. “Harga pangan yang mesti bisa kita jaga supaya kalau nanti ada tekanan inflasi karena komponen administered price, total inflasinya masih sesuai dengan yang kita targetkan,” ucapnya.
Agus memprediksi, inflasi pada Desember 2016 ini berada di kisaran 0,5% sampai 0,6%. Sementara dirinya mencatat bahwa pada minggu pertama Desember, inflasi berada pada 0,16%.
“Perkiraannya, satu tahun 2016 ini ada di kisaran 3,2% ketimbang tahun lalu yang 3,35%. Jadi, pengendalian inflasi kita lebih baik,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News