Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Hingga sekarang kepastian waktu berikut besaran harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang akan dinaikkan oleh pemerintahan baru masih menjadi misteri. Bank Indonesia (BI) menghendaki kenaikan harga BBM bisa dilakukan secepatnya.
Pasalnya ada persoalan lain yang bakal menjadi masalah bagi perekonomian Indonesia tahun depan. Persoalan tersebut adalah kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Fed.
BI memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunganya secara gradual yang dimulai pada triwulan II atau III tahun 2015 dengan besaran kenaikan 137,5 bps selama satu tahun. Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan sebaiknya paling lambat pemerintah menaikkan harga BBM pada bulan Februari tahun depan.
"Kita berlomba dengan waktu kenaikan The Fed. Sebaiknya sebelum (suku bunga) naik, kita sudah lakukan reformasi struktural," ujar Mirza akhir pekan ini. Apabila bisa dilakukan pada triwulan IV tahun ini akan lebih baik.
Mirza menjelaskan, semakin cepat ada keputusan tentang subsidi BBM maka ada ruang bagi kebijakan moneter untuk melakukan respon. Kalau semakin lama keputusan kenaikan dilakukan maka terpaksa BI harus menjaga agar tidak ada capital outflow atawa arus dana keluar.
Potensi outflow, diakuinya, tidak bisa dianggap sepele. Kenaikan suku bunga The Fed bisa menyebabkan outflow dan bakal membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia makin tertekan tahun depan.
Reformasi struktural dengan menaikkan harga BBM diharapkan bisa menekan potensi outflow karena kondisi defisit transaksi berjalan bakal mengempis. Di sisi lain, BI pun terus menjagai kebijakan moneternya untuk mengantisipasi efek inflasi akibat kenaikan BBM yang belum bisa diketahui kapan akan terjadi.
Mengenai berapa ideal kenaikan harga BBM, menurut Mirza, sebaiknya kenaikan langsung terjadi sekaligus dengan besaran Rp 3.000. Kenaikan Rp 3.000 dianggap dapat menurunkan impor BBM dan menekan defisit transaksi berjalan.
Dampaknya terhadap inflasi, BI menghitung kenaikan Rp 1.000 akan terjadi tambahan inflasi 1,2%-1,5%. Kalau dinaikkan Rp 3.000 akan terjadi inflasi 2,5%-3%. Sebelumnya, Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan tiap kenaikan Rp 1.000 akan menekan impor hingga US$ 900 juta-US$ 1 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News