Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Kondisi ekonomi Indonesia yang cukup kuat mampu menahan dampak Inggris, yang diperkirakan Bank Indonesia keluar dari Uni Eropa ( Brexit ), terhadap pasar keuangan Indonesia. Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo memperkirakan dampak Brexit tersebut hanya bersifat sementara.
Agus mengatakan, fenomena tersebut menyebabkan mata uang poundsterling anjlok hingga 10%-11%, terendah sejak 30 tahun lalu. Sementara mata uang euro mengalami penurunan 1%-2%. Sementara negara lain, juga mengalami pelemahan.
Agus melihat, dana-dana keluar yang menyebabkan dua mata uang tersebut anjlok lantaran keluar dan mencari negara-negara yang aman, seoerti Amerika Serikat dan Jepang.
Kondisi rupiah sendiri lanjut dia, melemah 1% pada hari ini ke kisaran Rp 13.400 per dollar AS. Padahal kemarin rupiah masih berada di kisaran Rp 13.260 pe dollar AS, menguat 4% sejak awal bulan.
"Kami lihat ini wajar, karena ada flight to quality. Tapi secara umum kondisi ekonomi Indonesia baik. Kami lihat ini sifatnya temporer," kata Agus di kantornya, Jumat (24/6).
Menurut Agus, inflasi Indonesia lanjut dia juga masih terjaga dan diperkirakan akan berada di titik tengah kisaran inflasi BI sebesar 4%-5%. Tak hanya itu, ia melihat defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) juga masih lebih baik dan diperkirakan sepanjang tahun ini akan mencapai 2,2% dari produk domestik bruto (PDB).
Menurutnya, fenomena Brexit tentunya akan berdampak terhadap aliran dana yang masuk ke pasar Indonesia. Namun ia melihat bahwa aliran dana asing sejak awal bulan hingga pekan lalu masih mencatatkan nett inflow sebesar Rp 70 triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu yang sebesar Rp 30 triliun.
"Jadi secara umum kondisi kita baik dan kita bisa hadapi ini, kami akan jaga supaya tidak berdampak buruk terhadap keuangan Indonesia," tambahnya.
Agus juga mengatakan, masih ada proses yang perlu dijalani Inggirs selepasnya dari Uni Eropa, yang juga membutuhkan waktu. Misalnya adanya perjanjian (treaty) Inggris dengan Uni Eropa, Inggris juga harus membuat permintaan keluar kepada Uni Eropa, dan negosiasi terkait tarif barier dan migrasi.
Agus memperkirakan, proses yang akan memakan waktu selama dua tahun tersebut akan memiliki dampak jangka panjang. "Kajian kami, di 2030 pertumbuhan ekonomi Inggris bisa menurun sampai 7%," tambahnya.
Meski demikian, dampak jangka panjang tersebut diperkirakan tak mempengaruhi Indonesia. Sebab, hubungan ekspor impor Indonesia dengan Inggris juga tidak terlalu besar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News