Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Lembaga Penelitian LPEM FEB UI memproyeksikan Bank Indonesia (BI) masih perlu mempertahankan BI Rate di level 4,75% pada Rapat Dewan Gubernur 19 November 2025. Kebijakan ini dinilai penting untuk menahan pelemahan Rupiah di tengah kenaikan inflasi dan meningkatnya tekanan eksternal.
Dalam laporan terbarunya, LPEM UI menyatakan bahwa mempertahankan suku bunga acuan akan memperkuat kepercayaan pasar terhadap arah kebijakan BI sekaligus menjaga stabilitas nilai tukar.
LPEM UI mencatat inflasi tahunan naik menjadi 2,86% yoy pada Oktober 2025, dari 2,65% yoy pada bulan sebelumnya. Meski masih berada dalam target 1,5%–3,5%, angka tersebut merupakan yang tertinggi sejak April 2024.
Baca Juga: Bank Indonesia (BI) Diproyeksi Kembali Tahan Suku Bunga di RDG November 2025
Inflasi bulanan juga tetap tinggi di 4,99%, terutama dipicu lonjakan harga pangan akibat gangguan pasokan yang berkaitan dengan cuaca.
Selain itu, harga emas yang terus menanjak selama 26 bulan berturut-turut dan mencapai rekor tertinggi ikut mendorong inflasi inti, khususnya pada kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya yang melonjak 11,87% yoy.
Ke depan, inflasi diperkirakan masih meningkat didorong permintaan musiman akhir tahun serta efek pencairan bantuan sosial. Peringatan BMKG mengenai potensi bencana hidrometeorologi juga menambah risiko gangguan pasokan pangan.
LPEM UI menekankan perlunya menjaga keseimbangan permintaan dan pasokan agar inflasi tetap berada dalam koridor target BI.
Di sisi lain, kinerja perdagangan Indonesia masih kuat. Surplus perdagangan September 2025 mencapai US$ 4,34 miliar, menandai 65 bulan berturut-turut surplus. Secara kumulatif, surplus Januari–September 2025 naik 50,94% menjadi US$ 33,48 miliar berkat ekspor yang berkelanjutan.
Baca Juga: Cek Rekomendasi Saham Jelang Pengumuman Suku Bunga Bank Indonesia di Pekan Ini
Sentimen investor global dan domestik juga melemah. LPEM UI mencatat arus keluar modal asing meningkat meski The Fed kembali memangkas suku bunga. Kekhawatiran pasar semakin besar setelah rencana pemerintah mengambil alih utang proyek kereta cepat Whoosh, yang dinilai menambah risiko fiskal dan quasi-fiskal.
Selama pertengahan Oktober hingga pertengahan November, Indonesia mencatat net outflow US$ 0,95 miliar. Arus keluar terbesar berasal dari pasar obligasi pemerintah sebesar US$ 1,77 miliar, sementara pasar saham mencatat arus masuk bersih US$ 0,82 miliar.
Tekanan ini membuat Rupiah melemah dari Rp 16.555 per dolar AS pada pertengahan Oktober menjadi Rp 16.695 per dolar AS pada pertengahan November. Sepanjang tahun berjalan, Rupiah telah melemah 3,75% dan menjadi salah satu mata uang dengan kinerja terburuk di antara negara berkembang.
Dengan berbagai tekanan tersebut, LPEM UI menilai konsistensi dan kredibilitas kebijakan moneter menjadi sangat penting. Menahan BI Rate di 4,75% dinilai dapat membantu menjaga stabilitas Rupiah dan menegaskan sikap kebijakan BI di tengah ketidakpastian.
Baca Juga: Bank Indonesia Diperkirakan Memangkas BI-Rate Jadi 4,50% Pada RDG November 2025
Namun lembaga itu mengingatkan bahwa risiko eksternal tetap tinggi, sehingga BI perlu berhati-hati dalam merespons dinamika global.
LPEM UI menegaskan bahwa kombinasi inflasi yang meningkat, arus keluar modal, dan pelemahan Rupiah memerlukan kebijakan moneter yang stabil dan kredibel untuk menjaga stabilitas makroekonomi Indonesia.
Selanjutnya: Valas Asia Melemah, Terbebani Risiko Bubble AI dan Prospek Bunga The Fed
Menarik Dibaca: Ini Cara Bank Sampah dan Wings Dorong Pilah Sampah di Masyarakat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













