Reporter: Bidara Pink | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuan semalam (overnight interest rate) sebesar 50 basis poin (bps) pada Rabu (4/5). Bahkan, ini menjadi kenaikan terbesar dalam lebih dari dua dekade, atau lebih tepatnya dalam 22 tahun.
Selain itu, bank sentral Amerika Serikat (AS) ini juga menetapkan target suku bunga dana federal ke kisaran antara 0,75% hingga 1% dalam keputusan bulat.
Meski The Fed kembali mengerek suku bunga kebijakannya, Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman tak melihat Bank Indonesia (BI) untuk terburu-buru dalam menaikkan suku bunga acuannya. Faisal memperkirakan, BI akan menaikkan suku bunga acuan pada semester II-2022.
“BI masih memiliki ruang bagi suku bunga acuan BI untuk tetap di 3,50% selama beberapa waktu ke depan,” tegas Faisal dalam keterangannya, Kamis (5/5).
Baca Juga: The Fed Kerek Suku Bunga 50 Bps dan Mulai Pengurangan Neraca pada 1 Juni
Faisal mengungkapkan, ruang bagi suku bunga acuan BI untuk tetap bergerak dalam level terendahnya seiring dengan kondisi neraca transaksi berjalan yang mendukung sehingga bisa menjaga pergerakan nilai tukar rupiah untuk bergerak di level tertentu.
Neraca transaksi berjalan yang cukup solid ini juga seiring dengan kinerja ekspor yang mumpuni, mendapat berkah dari perang Rusia dan Ukraina yang menaikkan harga komoditas, termasuk komoditas andalan ekspor Indonesia.
Nah, sebelum meningkatkan suku bunga acuan, Faisal melihat BI akan lebih dulu mengambil langkah peningkatan Giro Wajib Minimum (GWM) dan mengurangi penambahan likuiditas atau quantitative easing (QE).
Namun, peningkatan suku bunga acuan juga harus melihat kondisi inflasi domestik. Menurut bacaan Faisal, kondisi inflasi akan meningkat secara fundamental baru pada paruh kedua tahun ini.
Lebih lanjut, BI diperkirakan meningkat beberapa kali dengan total 75 bps. Dengan demikian, suku bunga acuan pada akhir tahun 2022 akan berada di level 4,25%.
Meski BI kemudian menaikkan suku bunga acuan, Faisal yakin BI akan tetap memberikan kebijakan makroprudensial yang akomodatif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi pada tahun 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News