Reporter: Dendi Siswanto, Nurtiandriyani Simamora, Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
Hal itu sesuai Pasal 36A Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), yang mengatur bahwa BI baru boleh membeli SBN di pasar perdana jika Presiden menetapkan status krisis atas rekomendasi Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
“Di luar status krisis, jika burden sharing dimaknai sebagai pendanaan langsung APBN, maka berpotensi menabrak ketentuan independensi BI sebagaimana diatur dalam UU,” kata Rizal.
Menurutnya, dalam kondisi normal BI tetap bisa mendukung program pemerintah melalui instrumen sah, seperti pembelian SBN di pasar sekunder atau relaksasi giro wajib minimum (GWM).
Baca Juga: Kurangi Beban Fiskal, Alasan BI Kembali Lakukan Burden Sharing dengan Pemerintah
Kepala Ekonom BCA, David Sumual, juga mengingatkan agar kebijakan ini diimbangi dengan peningkatan produktivitas ekonomi.
“Kalau utang ditambah tanpa mendorong produktivitas, dampaknya ke ekonomi tidak signifikan. Pemerintah perlu memastikan ekosistem domestik mendukung agar program prioritas tidak justru memicu inflasi,” ujarnya.
Baik Perry maupun Sri Mulyani menegaskan bahwa koordinasi erat akan terus dijaga agar kebijakan moneter dan fiskal berjalan hati-hati dan kredibel.
Baca Juga: Ekonom Celios Soroti Keterlambatan Bayar dan Jalur Dana Program MBG
Namun, para ekonom menekankan pentingnya transparansi komunikasi dan disiplin pada koridor hukum agar kebijakan burden sharing tidak menimbulkan persepsi negatif terkait dominasi fiskal atas moneter.
Selanjutnya: Gelombang IPO Baru di Wall Street, Pasar Saham AS Kian Bergairah Pasca Tarif Trump
Menarik Dibaca: 5 Aturan Emas Warren Buffett untuk Menghindari Jebakan Keuangan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News