Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti menegaskan kebijakan moneter yang ditempuh BI saat ini tidak hanya bersifat kontraktif (menyerap/mengurangi uang beredar/likuiditas) melalui instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), tetapi juga disertai langkah ekspansi likuiditas yang signifikan.
Hal ini menanggapi pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang meminta agar BI mengurangi penyerapan likuiditas guna mempercepat pemulihan ekonomi.
Destry menjelaskan, SRBI merupakan bagian dari instrumen operasi moneter yang fungsinya dapat bersifat kontraksi maupun ekspansi, tergantung kondisi pasar.
“Kalau likuiditas lagi banyak, otomatis dana akan kembali ke BI, salah satunya melalui SRBI. Tapi kami juga melakukan ekspansi, seperti membeli SBN (Surat Berharga Negara), melakukan efek swap, maupun repo,” jelasnya saat ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia, Rabu (3/12/2025).
Baca Juga: Belanja Negara Sisa Rp 934,5 Triliun, Ekonom Sebut Sulit Terserap Dua Bulan Tahun Ini
Menurut Destry, posisi outstanding SRBI justru telah menurun dibanding tahun lalu yang sempat mencapai Rp 900 triliun, kini sudah di kisaran Rp 700 triliun. Sehingga tidak benar jika BI disebut agresif menyerap likuiditas.
Ia menegaskan, posisi kebijakan BI saat ini adalah ekspansi likuiditas. Sepanjang 2025, BI telah membeli SBN sebesar Rp 290 triliun. Selain itu, akumulasi efek swap yang dilakukan BI sudah mencapai lebih dari Rp 1.000 triliun, sementara fasilitas repo untuk perbankan juga dimanfaatkan hingga lebih dari Rp 1.000 triliun.
"Di Bank Indonesia, kita harus mengoptimalkan semua instrumen moneter yang kita miliki. Stance BI tetap bahwa BI akan ekspansi, likuiditas moneter akan terus kita injek ke market melalui semua instrumen moneter seperti SBN, swap, repo, time deposit rupiah, hingga diversifikasi instrumen lainnya,” kata Destry.
BI juga melakukan normalisasi tingkat imbal hasil SRBI setelah suku bunga instrumen tersebut sempat turun terlalu dalam, mencapai penurunan lebih dari 200 basis poin. Normalisasi ini mendorong masuknya kembali aliran dana ke SRBI maupun SBN.
“Ini bagian dari upaya menjaga stabilitas sekaligus menjaga daya saing aset rupiah,” ujar Destry.
Baca Juga: Purbaya: Pembahasan Utang Kereta Cepat Whoosh dengan Danantara Makin Jelas
Selain moneter, BI juga memperkuat kebijakan makroprudensial yang bersifat pro-growth. Melalui kebijakan insentif likuiditas makroprudensial, BI menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) efektif perbankan dari 9% menjadi sekitar 3,5%.
Insentif diberikan kepada bank yang menyalurkan kredit ke sektor prioritas, termasuk UMKM, pertanian, hilirisasi, perumahan, hingga konsumen berpendapatan rendah. Per November, insentif tersebut telah menghasilkan tambahan likuiditas Rp 404 triliun.
Untuk mempercepat penurunan suku bunga perbankan, BI juga memberikan insentif tambahan 50 basis poin bagi bank-bank yang mampu menurunkan suku bunga DPK dan kredit lebih cepat.
Menanggapi soal potensi ruang penurunan suku bunga acuan, Destry mengatakan BI masih membuka kemungkinan tersebut.
“Inflasi masih rendah, jadi ruang itu ada. Tetapi tetap data dependent dan mempertimbangkan kondisi global,” ujarnya.
Baca Juga: Purbaya Sebut Revisi Undang-Undang P2SK Perkuat Sinergi Kebijakan Fiskal-Moneter
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya meminta BI mengurangi penyerapan likuiditas yang mencapai sekitar Rp 1.000 triliun melalui SRBI dan operasi pasar terbuka.
Menurutnya, penyerapan tersebut membuat kebijakan moneter terlalu ketat dan belum mendukung maksimal stimulus fiskal yang sudah digelontorkan pemerintah.
“Fiskal masih menjadi satu-satunya mesin yang mendorong ekonomi. Uangnya masih banyak di Bank Sentral,” kata Purbaya. Ia menilai pertumbuhan uang beredar yang saat ini berada di kisaran 13% masih terlalu rendah, dan idealnya dapat mendekati 20% agar pemulihan ekonomi lebih cepat.
Namun BI memastikan, kebijakan moneter dan makroprudensial yang ditempuh saat ini sudah bersifat ekspansif dan terus disesuaikan dengan dinamika likuiditas serta kondisi pasar keuangan.
Baca Juga: Ketidakpastian Global Masih Akan Bayangi Ekonomi RI hingga 2027
Selanjutnya: Akulaku Beberkan Tantangan yang Berpotensi Pengaruhi Kinerja Multifinance pada 2026
Menarik Dibaca: Hujan Sangat Lebat di Provinsi Ini, Cek Peringatan Dini Cuaca Besok (4/12) dari BMKG
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













