Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menerbitkan aturan baru yang memperkuat ketentuan anti penghindaran kewajiban atas akses informasi keuangan demi kepentingan perpajakan.
Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 47 Tahun 2024 yang merupakan perubahan ketiga atas PMK Nomor 70 Tahun 2017 tentang Petunjuk Tenis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Beleid tersebut mengatur due diligince yang harus dilakukan perbankan atau lembaga keuangan sebelum membuka rekening serta mengatur anti penghindaran informasi keuangan.
Baca Juga: Perketat Pengawasan, Pemilik Rekening Rp 1 Miliar akan Diintip Ditjen Pajak
Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu, Suryo Utomo, mengatakan dalam Pasal 30A beleid tersebut terdapat pasal yang mengatur wewenang Direktorat Jenderal Pajak (DJP) apabila terdapat praktik penipuan atas informasi keuangan yang disampaikan.
"Jadi apabila ada kesepakatan yang dilakukan untuk menghindarkan data dan informasi yang dipertukarkan kita berhak untuk valuasi seperti apa seharusnya kejadian data yang harus dipertukarkan," ujar Suryo dalam Konferensi Pers, Selasa (13/8).
Suryo menyebut, pasal tersebut bertujuan untuk meningkatkan validitas data perpajakan yang dipertukarkan baik dalam negeri maupun ke luar negeri.
"Jadi betul-betul ini kesepakatan bersama di tingkat internasional karena validitas data ini sangat diperlukan ketika kita menegakkan hak dan kewajiban perpajakan dan wajib pajak di otoritas masing-masing," katanya.
Baca Juga: Rekening Wajib Pajak Diawasi Ketat
Dalam PMK 47/2024, terdapat penambahan Bab VA yang berisi Pasal 30 A dengan penegasan bahwa setiap pihak dilarang melakukan kesepakatan dan/atau praktik dengan maksud dan tujuan untuk menghindari kewajiban informasi pajak, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 terkait akses informasi keuangan untuk perpajakan yang mengatur program Automatic Exchange of Information (AEoI).
Akses informasi tersebut mencakup penyampaian laporan otomatis mengenai informasi keuangan dan penyediaan data atau bukti berdasarkan permintaan untuk pelaksanaan aturan perpajakan serta kesepakatan internasional.
Dalam hal terjadi pelanggaran terkait penghindaran pertukaran informasi pajak, maka kesepakatan/ praktik lembaga keuangan dianggap tidak berlaku dan/ atau tidak terjadi. Kemudian, kewajiban pemenuhan informasi tetap harus dipenuhi oleh setiap orang/entitas lain.
Tidak hanya itu, Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kesepakatan dan/atau praktik sebagai suatu kesepakatan dan/atau praktik dengan maksud dan tujuan untuk menghindari kewajiban sebagaimana di atur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.
Baca Juga: Ditjen Pajak berhasil menambahkan data informasi pajak dari 5 negara ini
Dirjen Pajak juga berwenang memperoleh informasi keuangan, termasuk keterangan dan/atau informasi lainnya, yang berkaitan dengan kesepakatan dan/atau praktik sebagaimana dimaksud di atas.
Lebih jauh, dalam Pasal 30A ayat 4 juga menegaskan bahwa setiap orang dilarang membuat pernyataan palsu atau menyembunyikan informasi yang sebenarnya atau wajib disampaikan.
Ditegaskan juga bahwa Dirjen Pajak dapat menyampaikan teguran tertulis, pemeriksaan bahkan hingga langkah hukum pidana soal perpajakan bagi mereka yang terbukti melakukan penghindaran akses terhadap informasi perpajakan.
Untuk diketahui, setiap orang atau entitas lain yang dimaksud dalam beleid tersebut adalah lembaga jasa keuangan (LJK), LJK Lainnya, entitas lain, pimpinan dan/atau pegawai LJK, pimpinan dan/atau pegawai LJK lainnya, pimpinan dan/ atau pegawai entitas lain, pemegang rekening keuangan orang pribadi, pemegang rekening keuangan entitas, penyedia jasa, perantara dan/atau pihak lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News