kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.517.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.005   -5,00   -0,03%
  • IDX 7.259   -66,16   -0,90%
  • KOMPAS100 1.096   -11,59   -1,05%
  • LQ45 862   -3,97   -0,46%
  • ISSI 222   -3,48   -1,55%
  • IDX30 441   -2,55   -0,58%
  • IDXHIDIV20 531   -2,60   -0,49%
  • IDX80 125   -1,44   -1,14%
  • IDXV30 131   -0,72   -0,55%
  • IDXQ30 146   -0,67   -0,45%

Berorientasi Jangka Pendek, Paket Stimulus Ekonomi Prabowo Dinilai Kurang Nendang


Senin, 16 Desember 2024 / 22:04 WIB
Berorientasi Jangka Pendek, Paket Stimulus Ekonomi Prabowo Dinilai Kurang Nendang
ILUSTRASI. Paket Kebijakan Ekonomi 2025 Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (depan kedua kiri), Menteri Keuangan Sri Mulyani (depan kedua kanan), Menteri Perindustrian Agus Gumiwang (kanan) dan Menteri Perdagangan Budi Santoso dalam jumpa pers di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024). Dalam jumpa pers tersebut dibahas tentang Paket Kebijakan Ekonomi akselerasi pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% pada tahun 2025. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/16/12/2024


Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tetap memberlakukan pajak pertambahan nilai (PPN) 12% pada 1 Januari 2025. Untuk meredam efek kenaikan tarif PPN tersebut, pemerintah menyiapkan 15 paket kebijakan ekonomi 2025.

Kebijakan tersebut di antaranya, diberikan untuk rumah tangga, pekerja, UMKM, industri padat karya, mobil listrik dan hybrid, diskon tarif listrik, serta sektor perumahan (lihat tabel).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, kebijakan tarif PPN 12% ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). 

"Untuk menjaga daya beli masyarakat pemerintah memberikan stimulus kebijakan ekonomi, yakni bagi rumah tangga berpendapatan rendah PPN ditanggung pemerintah 1%, atau hanya dikenakan tarif 11% saja," katanya dalam konferensi pers, Senin (16/12).

Baca Juga: Lengkap, Ini Paket Perdana Stimulus Ekonomi Prabowo Subianto

Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono berharap, stimulus ekonomi tersebut dapat membantu kelas menengah yang mengalami penurunan daya beli. "Iya, kita masih perlu mendukung kelas menengah," katanya kepada KONTAN, Senin (16/15/2024).

Merujuk data BPS, jumlah kelas menengah dan menuju kelas menengah di Indonesia pada tahun 2024 sebanyak 66,35% dari total penduduk Indonesia. Nilai konsumsi pengeluaran dari kedua kelompok tersebut mencakup 81,49% dari total konsumsi masyarakat. Oleh karena itu, kelas menengah memiliki peran krusial sebagai bantalan ekonomi nasional.

Meski demikian, efek insentif fiskal yang digulirkan pemerintah dianggap kurang signifikan dalam mengungkit daya beli masyarakat.

Wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Bambang Ekajaya mengungkapkan, insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPNDTP) memang tetap diiberlakukan untuk produk properti di harga sampai dengan Rp 5 miliar pada tahun depan. 

Artinya, untuk tahun 2025, PPN baru diberlakukan untuk harga properti di atas Rp 5 miliar. Cuma, kendalanya hanya untuk properti ready. Otomatis hanya sebagian kecil yang mendapat insentif tersebut dan umumnya pengembang besar yang bisa memanfaatkannya. 

Alhasil, akan semakin memberatkan penjualan properti nonsubsidi karena terkena PPN 12%. Pasalnya, persyaratan properti yang mendapat PPNDTP hanya untuk unit tersedia.

"Transaksi seperti itu sangat sedikit, paling hanya 5%," kata Bambang. Untuk itu, REI meminta jika memungkin PPNDTP diberlakukan juga untuk rumah indent.

Baca Juga: Paket Stimulus Pemerintah Harus Bisa Mendongkrak Daya Beli

Sejatinya, kebijakan ekonomi yang diterapkan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ini bisa dibilang setengah hati lantaran bersifat jangka pendek dan tidak ada kebaruan.

“Bersifat temporer seperti diskon listrik dan bantuan beras 10 kg yang hanya berlaku dua bulan. Sementara efek negatif naiknya tarif PPN 12% berdampak jangka panjang,” sebut Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira.

Ekonom Center of Reform on Economic (Core) Yusuf Rendy Manilet membeberkan beberapa tantangan yang perlu diperhatikan. Di antaranya terkait durasi bantuan yang relatif singkat seperti diskon listrik dan bantuan pangan yang hanya berlaku dua bulan.

“Mungkin kurang memadai mengingat dampak kenaikan PPN akan berlangsung sepanjang tahun,” ungkapnya.

Baca Juga: PPN 12% Resmi Berlaku 1 Januari 2025, Daya Beli Masyarakat Makin Terpukul

Yusuf menuturkan, kenaikan PPN 12% untuk barang di luar kebutuhan pokok juga berpotensi menciptakan efek berantai yang bisa mendorong kenaikan harga secara umum. "Sehingga diperlukan kebijakan pengendalian inflasi yang lebih komprehensif," tandasnya.

Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky bilang, daya beli tetap akan menurun meski beberapa kebijakan stimulus ekonomi sedikit membantu. Yang lebih diharapkan sebenarnya adalah kebijakan yang memberi stimulus langsung ke sektor riil. "Bisa membantu kondisi sektor riil (beberapa industri) agar PHK massal tak berlanjut," jelasnya.  

Selanjutnya: Kinerja Asuransi Umum Terhimpit Lesunya Daya Beli

Menarik Dibaca: 12 Cara Paling Sehat Menurunkan Kadar Gula Darah Tinggi, Mau Coba?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×