Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - BADUNG. Keputusan pemerintah China untuk mencabut kebijakan Nol Covid membawa angin segar bagi perekonomian global. International Monetary Fund (IMF) Bahkan memberi sinyal, adanya pemulihan ekonomi global pasca kebijakan tersebut.
Bank Indonesia (BI) juga melihat, keputusan tersebut berpotensi membuat permintaan dari China membaik. Hal ini juga akan berdampak bagi ekonomi negara-negara mitra dagangnya, termasuk Indonesia.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Firman Mochtar mengatakan, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hubungan dekat dengan China. Baik dari sisi perdagangan, investasi, maupun pariwisata.
Baca Juga: Direktur IMF: Prospek Ekonomi Global Cerah Pasca Kebijakan Nol Covid China Berakhir
Seperti diketahui, China merupakan negara tujuan utama ekspor Indonesia. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor nonmigas Indonesia ke China sepanjang tahun 2022 mencapai US$ 63,55 miliar, terbesar dibanding eskpor nonmigas Indonesia ke negara lain. Angka itu setara 23,03% dari total ekspor nonmigas Indonesia pada tahun lalu.
Dari sisi investasi, China menempati urutan kedua sebagai penyumbang penanaman modal asing (PMA) terbesar pada tahun lalu. Berdasarkan data Kementerian Investasi, realisasi PMA asal Negeri Panda tersebut di 2022 mencapai US$ 8,2 miliar. Posisi China hanya berada di bawah Singapura dengan realisasi PMA mencapai US$13,3 miliar.
Dari sisi pariwisata, kunjungan turis asal China mencapai 2,5% dari total kunjungan turis asing ke Indonesia sepanjang Januari-November 2022. "Karena penghapusan Zero Covid, mereka (turis China) bebas keluar dan banyak yang datang ke kita (Indonesia)," kata Firman, Selasa (24/1).
Baca Juga: BI Akan Perluas Kerja Sama LCT dengan Korsel dan India, Bagaimana Efeknya ke Rupiah?
Secara umum, Firman melihat, ekonomi Indonesia pada tahun ini diramal masih cukup kuat menghadapi perlambatan ekonomi global. Apalagi, pemerintah juga telah melonggarkan mobilitas masyarakat sehingga menambah optimisme mereka.
Harapannya, masyarakat bisa mengoptimalkan tabungan untuk berbelanja dan daya beli masyarajat terus berputar.
Selain itu, kinerja investasi juga diperkirkan masih baik, khususnya investasi bangunan. Ini sejalan dengan pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) dan PMA yang masuk.
Baca Juga: Harga Komoditas Logam Industri Naik di Awal 2023, Prospeknya Dihantui Ketidakpastian
"Menurut perhitungan kami, dengan prospek ekonomi negara kita dibanding yang lain, daya tarik kita lebih baik dan biasanya ini akan menarik PMA untuk masuk," tambahnya.
Selain itu, kinerja ekspor juga masih cukup baik. Meski harga komoditas tak setinggi sebelumnya, kebijakan China turut akan mempengaruhi kinerja ekspor tahun ini.
Meski demikian, BI masih memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada pada titik tengah kisaran 4,5% hingga 5,3%, dengan proyeksi pertumbuhan ekobomi global sebesar 2,3% pada tahun ini.
"Kalau sinyal (pertumbuhan ekonomi global) lebih tinggi, kami jadikan upside risk. Sebab, perlu dilihat apakah ekonomi kita (Indonesia) tetap terkendali? inflasinya oke (misalnya)," tandas Firman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News