Reporter: Siti Masitoh | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut keberlanjutan proses penguatan pemulihan ekonomi nasional terus dijaga pemerintah untuk memperkuat fondasi ekonomi dan akselerasi tingkat pertumbuhan ekonomi ke depan.
Sri Mulyani memaparkan, dengan berbagai pertimbangan risiko dan potensi pemulihan ekonomi nasional tahun depan, pemerintah mengusulkan kisaran indikator ekonomi makro yang digunakan sebagai asumsi dasar dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2023.
Diantaranya, pemerintah mengusulkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan akan di kisaran 5,3% hingga 5,9%. Sementara itu untuk inflasi akan di kisaran 2,0% hingga 4,0%, dan nilai tukar Rupiah akan di kisaran Rp 14.300 hingga Rp 14.800 per US$.
Kemudian, tingkat suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 Tahun akan ada di kisaran 7,34% hingga 9,16%, harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) US$ 80 per barel hingga US$ 100 per barel.
Baca Juga: Defisit APBN 2022 Bisa Ditekan Kenaikan Pendapatan Negara
“Lifting minyak bumi di kisaran 619 ribu - 680 ribu barel per hari dan lifting gas 1,02 juta hingga 1,11 juta barel setara minyak per hari,” tutur Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna Bersama DPR RI ke-22, Jumat (20/5).
Adapun, indikator makro yang diusulkan pemerintah kepada DPR tersebut juga telah mempertimbangkan dan sebagai upaya lebih lanjut untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif.
Selain itu juga, lanjut Sri Mulyani penting untuk pencapaian sasaran pembangunan jangka menengah-panjang agar Indonesia dapat keluar dari jebakan kelas menengah (middle-income trap). Oleh karena itu, struktur perekonomian nasional dan tingkat produktivitas nasional perlu diperkokoh melalui percepatan transformasi ekonomi.
Menurutnya, akselerasi agenda reformasi struktural pasca pandemi Covid-19, juga mutlak diperlukan melalui peningkatan kualitas SDM, pembangunan infrastruktur, dan reformasi birokrasi dan regulasi.
Baca Juga: Sri Mulyani: Kalau Anggaran Subsidi Tidak Naik, Harga BBM dan Listrik yang Naik
Penguatan program pendidikan, kesehatan, serta perlindungan sosial juga dinilai sangat krusial dalam mengatasi isu fundamental perekonomian, termasuk rendahnya tingkat produktivitas nasional.
Kemudian, Peningkatan produktivitas juga perlu diakselerasi untuk memperkuat sisi supply. Penguatan hilirisasi manufaktur, adopsi ekonomi digital, dan pengembangan ekonomi hijau diyakini akan menjadi sumber pertumbuhan baru di masa depan.
“Dorongan kepada keberlanjutan tahapan industri manufaktur akan memacu pengembangan produk-produk dalam negeri yang memiliki nilai tambah lebih tinggi dan mampu berkompetisi di pasar global,” jelasnya.
Sementara itu, pengembangan ekonomi digital ke depan juga akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas ekonomi di tengah kecenderungan perubahan pola hidup ke arah new normal.
Selain itu, sejalan dengan tujuan mewujudkan Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih awal, pembangunan ekosistem ekonomi yang ramah lingkungan merupakan wujud komitmen kita bersama dalam mengatasi isu perubahan iklim.
“Potensi besar pengembangan ekonomi hijau yang kita miliki merupakan daya tarik tersendiri bagi investasi dunia di masa depan,” imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News