kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.505.000   -15.000   -0,99%
  • USD/IDR 16.295   -200,00   -1,24%
  • IDX 6.977   -130,64   -1,84%
  • KOMPAS100 1.042   -22,22   -2,09%
  • LQ45 818   -15,50   -1,86%
  • ISSI 213   -3,84   -1,77%
  • IDX30 417   -9,14   -2,14%
  • IDXHIDIV20 504   -9,85   -1,92%
  • IDX80 119   -2,45   -2,02%
  • IDXV30 125   -2,38   -1,87%
  • IDXQ30 139   -2,59   -1,83%

Belanja Perpajakan 2024 Sebesar Rp 374,5 Triliun Dinilai Terlalu Besar


Senin, 21 Agustus 2023 / 19:34 WIB
Belanja Perpajakan 2024 Sebesar Rp 374,5 Triliun Dinilai Terlalu Besar
ILUSTRASI. Pemerintah menyebut belanja perpajakan merupakan instrumen penting dalam memberikan stimulus serta mendukung pertumbuhan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menyebut belanja perpajakan merupakan instrumen penting dalam memberikan stimulus serta mendukung pertumbuhan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

Pemerintah memproyeksikan belanja perpajakan pada tahun depan mencapai Rp 374,5 triliun. Angka ini tumbuh 6,1% atau meningkat dari proyeksi tahun ini yang sebesar Rp 352,8 triliun.

Secara rinci, estimasi belanja perpajakan pada tahun depan terdiri dari belanja PPN dan PPnBM sebesar Rp 228,1 triliun, PPh sebesar Rp 127,9 triliun, bea masuk dan cukai sebesar Rp 18 triliun, PBB sektor P3 Rp 3 miliar dan bea materai Rp 5 miliar.

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, belanja perpajakan pada tahun depan masih terlalu besar. Menurut Bhima, idealnya belanja perpajakan berada di angka Rp 320 triliun apabila pemerintah bertujuan untuk memperbaiki rasio pajak alias tax ratio.

"Kelihatannya masih terlalu besar (belanja perpajakan 2024)," ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Senin (21/8).

Baca Juga: Kemampuan Bayar Utang Pemerintah Bisa Menurun di 2023, Ini Penyebabnya

Sementara itu, Ketua Komite Tetap Perpajakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Siddhi Widyaprathama mengatakan, belanja perpajakan memang termasuk didalamnya insentif-insentif perpajakan di beberapa sektor yang masih diperlukan hingga saat ini.

Namun dirinya memberi catatan, jangan sampai insentif perpajakan tersebut tidak dibarengi dengan sinkronisasi kebijakan kementerian/lembaga (k/l) lainnya.

"Misalnya salah satunya seperti insentif PPN untuk mobil listrik. Masyarakat didorong untuk beralih ke mobil listrik. Pertanyaannya apakah sudah dibarengi dengan pemerataan penyebaran Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU-nya)?," ujar Siddhi kepada Kontan.co.id, Senin (21/8).

"Intinya supaya bisa maksimal tercapai tujuan dan kepraktisan implementasi di lapangan," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×