Reporter: Nindita Nisditia | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kemampuan membayar utang pemerintah diperkirakan menurun di tahun 2023. Ekonom menilai penyebabnya adalah karena menurunnya kinerja ekspor pemerintah.
Rasio pembayaran utang atau Debt to Service Ratio (DSR) Tier-1 Indonesia di akhir kuartal II tahun ini naik. Artinya, jika DSR suatu negara naik, maka kemampuan membayar utang pemerintah pun semakin menyusut.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Bank Indonesia (BI), DSR Tier-1 Indonesia di Kuartal II-2023 tercatat sebesar 17,10%, angkanya lebih tinggi dari kuartal I yang sebesar 16,44%.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyebut, DSR yang kembali naik dipengaruhi oleh korelasi antara penurunan kinerja ekspor dan pembayaran dividen ke luar negeri.
Bhima menjelaskan, kinerja ekspor pada bulan Juni 2023 hanya mencapai US$ 20,61 miliar, atau turun 5,08% dibanding ekspor bulan Mei. Di bandingkan dengan kuartal yang sama tahun lalu, nilai ekspor juga turun sebesar 21,18%.
"Artinya meski penambahan utang luar negeri baru sektor publik dan swasta lebih rendah tapi kemampuan bayar dari sisi pendapatan valasnya rendah. Itu penyebab utama DSR naik," terang Bhima kepada Kontan.co.id, Senin (21/8).
Baca Juga: IMF Wanti-Wanti Risiko Utang di Era Suku Bunga Tinggi, Indonesia Masih Aman?
Menurutnya, perlu dicermati juga adanya sebagian perusahaan dan pemerintah yang membayar bunga dengan mengeluarkan valuta asing (valas) di periode yang sama.
Bhima menambahkan, selama kinerja ekspor melemah sejalan dengan swing pada harga komoditas dan rendahnya permintaan negara mitra dagang, maka akan berpengaruh ke kenaikan DSR.
Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto juga mengatakan hal senada. Eko menilai, naiknya level DSR disebabkan tren penurunan ekspor yang cukup drastis di Kuartal II-2023 dibanding tahun 2022, yang mana juga terepresentasikan dalam neraca transaksi berjalan.
"Kenaikan DSR menunjukkan kemampuan ekspansi ekspor pemerintah terbatas, baik karena permintaan pasar global yang menyusut, maupun penurunan ULN (utang luar negeri) pemerintah dan swasta yang lebih lambat," katanya.
Lebih lanjut, Eko menjelaskan penurunan ULN di Kuartal-II 2023 hanya 1,4% dari periode yang sama tahun lalu atau Year on Year (YoY), sehingga perlambatan ekspor lebih besar dari perlambatan ULN.
Eko menegaskan, secara keseluruhan kinerja ekspor yang menurun, mengindikasikan kemampuan membayar utang pemerintah yang juga akan turut menurun.
Dirinya memperkirakan, penurunan harga komoditas khususnya energi masih berlanjut seiring proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang hanya 3% di tahun 2023 dan 2024.
Di sisi lain, Eko meramal ULN juga akan menurun tetapi lebih lambat, mengimplikasikan DSR akan cenderung naik ke depannya.
Baca Juga: Ekonom Celios Perkirakan Beban Bunga Utang 2024 Melonjak hingga Rp 510 Triliun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News