Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menetapkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok sebesar 23% pada tahun 2020. Keputusan ini membawa pro dan kontra di masyarakat.
Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Nasruddin Djoko Surjono mengatakan, setiap kebijakan pasti tidak akan menyenangkan semua pihak, kebijakan ini merupakan titik optimal yang terbaik bagi negeri ini ke depan.
Baca Juga: Di tengah ketidakpastian ekonomi global, Sri Mulyani: Ekonomi Indonesia masih sehat
Nasruddin mengaku keputusan tarif CHT ini telah melalui beberapa kali proses pembahasan, baik antar kementerian, masukan-masukan dari kalangan akademisi baik dari Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada (UGM), serta lembaga riset perpajakan mengenai dampak kenaikan cukai.
Dia berharap keputusan ini bisa diterima di semua lapisan masyarakat. “Semoga suasana bisa mendingin, kebijakan ini menjadi fondasi untuk masa depan Indonesia milik kita bersama,” kata Nasruddin kepada Kontan.co.id, Rabu (18/9).
Kebijakan cukai adalah alat mengendalikan konsumsi. Rokok terasosiasi dengan berbagai penyakit. Namun secara legal tiap orang memiliki hak untuk merokok.
Karena itu, pemerintah tidak melarang individu untuk merokok, namun pemerintah harus mengendalikan konsumsinya. Hal ini dinyatakan di Undang-Undang Cukai.
Baca Juga: DJKN: Hasil lelang beri kontribusi terhadap PNBP
Menurut Nasruddin, pengendalian konsumsi menjadi penting karena 70% laki-laki merokok. Lalu, pertumbuhan tertinggi kelompok merokok adalah perempuan dan anak-anak.
“Kalau sejak anak atau remaja merokok, sifat rokok yang addiktif akan meningkatkan probabilitas mereka merokok terus sepanjang umur,” paparnya.
Selanjutnya, penetapan tarif cukai rokok akan disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Nasruddin bilang, setelah PMK terbit akan ada sosialisasi dengan stakeholder terkait.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu Heru Pambudi mengatakan, pungutan cukai rokok 23% tahun depan dalam rangka mengendalikan konsumsi dan sebagai konsekuensi karena tahun 2019 tidak ada kenaikan tarif cukai rokok.
Baca Juga: Produksi rokok berpotensi turun 15% tahun 2020 sebagai dampak kenaikan cukai
Di sisi lain, diharapkan kebijakan ini dapat menjadi motor penggerak penerimaan cukai tahun depan yang diproyeksikan naik 9% atau setara dengan RP 180,7 triliun dari outlook penerimaan cukai 2019 sebesar Rp 165,8 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News