Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto
Pertama, memperkuat pelayanan online click, call, and counter (3C). Cara ini dilakukan agar pendekatan otoritas kepada wajib pajak tetap bisa berjalan meskipun tidak ada interaksi fisik.
“Pelaksanaan hak dan kewajiban wajib pajak, termasuk di dalamnya penyetoran pajak, akan lebih mudah dilakukan pada waktu layanan digital ini betul-betul kami kembangkan lebih jauh,” kata Suryo saat melaporkan realisasi penerimaan pajak semester I-2021 belum lama ini.
Baca Juga: BI pertahankan suku bunga rendah untuk jaga pertumbuhan ekonomi
Kedua, pengawasan pembayaran masa pajak dengan tetap mengikuti perkembangan ekonomi yang dialami wajib pajak. Sejalan dengan itu, kepatuhan material wajib pajak akan diawasi ketat dengan memanfaatkan data dan informasi baik yang berasal dari internal maupun eksternal.
Ketiga, perluasan basis pemajakan, khususnya terkait dengan transaksi perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE). Pasalnya, hingga pekan ini total perusahaan digital yang telah diwajibkan memungut pajak pertambahan nilai (PPN) atas PMSE mencapai 81 badan usaha.
Data Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan realisasi penerimaan PPN dari PMSE hingga akhir Juli 2021 mencapai Rp 2,2 triliun.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Reasearch Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan, dampak ketiga cara tersebut hanya akan sedikit membantu penerimaan pajak mencapai target.
Geliat penerimaan pajak akan tergantung dari tren penerimaan PPN dalam negeri atau PPN DN yang merupakan basis pajak konsumsi.
Data APBN menunjukkan realisasi penerimaan PPN DN selama Januari-Juni 2021 sebesar Rp 126,06 triliun. Angka tersebut setara dengan 22,6% dari total pendapatan pajak di semester I-2021.