Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2017 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersih yang Diperlakukan atau Dianggap sebagai Penghasilan. Aturan ini adalah turunan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty.
Dalam naskah peraturan itu, bagi Wajib Pajak yang mengikuti amnesti pajak, PP ini berlaku atas harta bersih yang belum atau kurang diungkap, termasuk bagi wajib pajak yang tidak memenuhi ketentuan pengalihan dan/atau repatriasi harta.
Sementara bagi wajib pajak yang tidak mengikuti amnesti pajak, PP ini menyasar harta bersih yang belum dilaporkan dalam SPT PPh.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Hestu Yoga Saksama menjelaskan, dalam peraturan baru ini, sesuai dengan Pasal 5 ayat 2, penilaian harta kas setara kas menggunakan nilai nominal, tetapi untuk selain kas dan setara kas, maka penilaian harta akan menggunakan acuan dari Ditjen Pajak sesuai kondisi harta tersebut.
“Kami punya acuan-acuan. Misalnya nilai-nilai di NJOP untuk tanah dan bangunan dan NJKP untuk kendaraan,” kata Hestu di Jakarta, Rabu (20/9).
Ia melanjutkan, ada pertimbangan pemerintah dalam poin ini, yaitu kembali lagi pada sifat PP yang dikeluarkan pasca-amnesti pajak, sehingga ada perbedaan dari waktu amnesti pajak dulu di mana nilai harta di liar kas dan setara kas dihitung sendiri oleh wajib pajak atau self assessment.
“Dulu tax amnesty, nuansanya penawaran pemerintah. Sekarang nuansanya bukan lagi penawaran,” kata dia.
Oleh karena itu, pada pelaksanaan PP ini, harta tersebut akan dihitung dengan cara official assessment. Namun demikian, meski penghitungan dilakukan oleh fiskus, Hestu mengatakan bahwa pihaknya tidak akan membabi buta.
“Ini tidak akan eksestif. Kami gunakan standar hukum, untuk barang yang ada nilai resmi sehingga tidak sembarangan,” ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News