Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan menerapkan proses pengawasan impor dengan mempercepat tarif remedy (perlindungan) serta relaksasi larangan/pembatasan (Lartas), sebagai bagian dari respon atas Permendag No. 16 Tahun 2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Dua langkah ini menjadi bagian penting dalam transformasi sistem pengelolaan kepabeanan nasional untuk mendukung efisiensi arus barang dan menekan ekonomi biaya tinggi di pelabuhan.
Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menyatakan bahwa DJBC telah memangkas waktu penetapan tarif remedy (perlindungan) dari 40 hari menjadi hanya 14 hari.
“Penetapan tarif remedy atau perlindungan yang lebih cepat, yang dulunya adalah 40 hari sekarang kita upayakan jadi 14 hari di tim tarif dan dilaksanakan oleh teman-teman di Bea Cukai bersama dengan Kementerian/Lembaga yang lain,” ujar Anggito dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (30/6).
Baca Juga: Permendag 8/2024 tentang Impor Dicabut, Pemerintah akan Terbitkan 9 Permendag Baru
Tak hanya itu, DJBC juga telah mengidentifikasi 482 pos tarif (HS Code) yang terkena pelonggaran Lartas. Seluruh proses pengawasan akan diintegrasikan melalui sistem CEISA (Customs-Excise Information System and Automation), sistem digital milik Bea Cukai yang menangani layanan kepabeanan dan cukai secara otomatis dan transparan.
"Tentu akan menindaklanjuti dengan proses pengawasan impor atas komoditi yang lebih cepat, lebih handal dan mengintegrasikannya dengan sistem CEISA, sistem informasi yang digunakan Bea untuk mengelola dan memfasilitasi layanan kepabeanan dan cukai di Bea Cukai,” tambah Anggito.
Baca Juga: Berlaku Mulai 6 Juni 2025, Bea Cukai Permudah Aturan Barang Bawaan Penumpang
Kebijakan ini juga ditujukan untuk memperlancar proses bongkar muat dan distribusi barang impor di pelabuhan, yang selama ini sering menghadapi kendala akibat perizinan berlapis dan prosedur pengawasan yang lambat.
“Langkah ini penting untuk mencegah terjadinya penundaan, penumpukan, dan bahkan risiko terhadap ekonomi yang tinggi akibat proses yang mungkin tidak dapat dilanjutkan,” tegas Anggito.
Reformasi tarif remedy dan pengawasan ini merupakan bagian dari strategi besar pemerintah untuk mengurangi hambatan birokrasi dalam perdagangan dan mempercepat masuknya bahan baku dan barang strategis ke dalam negeri, sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global.
Baca Juga: Kemenkeu: Penerimaan Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 122,9 Triliun Hingga Mei 2025
Selanjutnya: Gelar RUPST, Mitra Adiperkasa (MAPI) Tebar Dividen Rp 166 Miliar dari Laba Tahun 2024
Menarik Dibaca: Peringatan Dini Cuaca Besok 1-2 Juli, Provinsi Berikut Siaga Hujan Sangat Lebat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News