Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) DKI Jakarta mengeluh karena tidak satu pun rekomendasi pelanggaran pidana pemilu yang sampai ke pengadilan dan divonis bersalah. Ketua Bawaslu DKI Jakarta Muhammad Jufri mengatakan, hal itu karena partai politik pandai mencari celah aturan sehingga pelanggaran tetap dilakukan.
"Di Jakarta, dia (parpol) sudah merumuskan dulu sebelum melakukan kegiatan. Dia mencari celah dalam undang-undang supaya kampanye tetap bisa dilaksanakan, tapi tidak kena pidana," ujar Jufri di Hotel Milennium, Jakarta Pusat, Rabu (2/4).
Menurut Jufri, dugaan pelanggaran kampanye seringkali tidak dapat dibuktikan karena tidak memenuhi unsur kumulatif. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif menyatakan, suatu kegiatan dapat dikategorikan sebagai kampanye jika memenuhi unsur kumulatif penyampaian visi, misi, program, dan ajakan untuk memilih. "Satu saja tidak terpenuhi, tidak bisa (ditindak)," ujar Jufri.
Dia mengatakan, parpol dapat mencari celah pelanggaran karena UU Pileg disusun oleh parpol itu sendiri. Dengan begitu, kata dia, parpol sudah memikirkan cara untuk mencari celah hukum dalam berkampanye.
Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Pemilu Provinsi DKI Jakarta telah merekomendasikan 16 kasus dugaan pidana pemilu untuk ditindaklanjuti. Namun, hingga kini belum satu pun kasus yang dibawa ke pengadilan untuk diadili dan diberi sanksi.
"Ada 16 kasus yang direkomendasikan oleh Gakkumdu. Namun, belum ada satu pun yang terbukti," ujar Kepala Polda Metro Jaya Irjen Dwi Priyatno pada acara yang sama.
Dari 16 kasus itu, 15 di antaranya tidak didukung bukti yang cukup untuk diteruskan ke tahap penyidikan. Menurut Dwi, satu kasus masih dalam penyelidikan awal, yaitu pencarian bukti formil dan materil. Namun, secara prinsip polisi belum memiliki bukti atas kebenaran kasus tersebut. Ia mengatakan, jenis dugaan pelanggaran pidana pemilu di Jakarta meliputi dugaan kampanye di luar jadwal, politik uang, dan pengerusakan alat peraga kampanye peserta pemilu lain. Kasus lainnya adalah menghalangi pemasangan alat peraga kampanye, kampanye di tempat pendidikan, dan pengunaan fasilitas pemerintah. (Deytri Robekka Aritonang)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News