kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Bappenas usulkan penerima PKH dan BPNT bukan perokok


Senin, 30 Juli 2018 / 20:54 WIB
Bappenas usulkan penerima PKH dan BPNT bukan perokok
ILUSTRASI. Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro


Reporter: Arsy Ani Sucianingsih | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) mengusulkan keluarga penerima Program Keluarga Harapan (PKH) ataupun Bantuan Pemerintah non Tunai (BPNT) tidak boleh merokok. Hal ini berlaku untuk kepala keluarga ataupun anggota keluarga yang merokok.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brojonegoro mengatakan, hal ini perlu dipertegas lantaran menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) peran rokok dalam pengeluaran kebutuhan di pedesaan sebesar 10%, dan di kota sebesar 11%.

Selain itu, dengan membeli rokok di khawatirkan pendapatan rill akan tergerus untuk Membeli Rokok.

“Jadi kalau kepala keluarganya atau siapa pun di keluarga itu yang merokok maka otomatis upah atau pendapatan rill di keluarga tersebut terganggu hingga 10-11%,” ujarnya saat di temui oleh Kontan.co.id, DI Gedung Kominfo, Senin ( 30/7).

Bambang menjelaskan, dengan membeli rokok selain kesehatan terganggu juga akan menunggu keuangan setiap keluarga. Lebih baik jika uang yang dibelikan untuk rokok, dilahirkan untuk membeli kebutuhan makanan keluarga, seperti telur, Daging Ayam, ataupun bahan makanan lainnya.

Menurut Bambang, hal tersebut penting dan pemerintah perlu untuk memberikan pembelajaran. “Semua keluarga yang menerima PKH atau BPNT sebaiknya harus berjanji untuk berhenti merokok. Kalau tidak pendapatan rill mereka akan tergerus,” tambahnya.

Di sisi lain, pemerintah juga fokus untuk menjaga inflasi di daerah dan kemampuan daerah untuk menjaga inflasi itu sangat penting. Kenaikan inflasi umum yang cukup tinggi di beberapa daerah menyumbang kenaikan tingkat kemiskinan di daerah tersebut seperti Kepulauan Riau dan Maluku Utara.

Seperti di ketahui, pada periode 2017-2018 inflasi umum relatif rendah. Inflasi September 2017- Maret 2018 sebesar 1,92%, ini berarti daya beli masyarakat relatif tidak banyak berubah.

Harga beras yang sempat melonjak dapat dikendalikan dan berangsur turun mulai Februari 2018. Hal ini turut mendukung penurunan kemiskinan.

Beban inflasi pada penduduk miskin tampak pada Tingkat Inflasi Garis Kemiskinan yang ada di atas Tingkat Inflasi Umum.

“Minggu lalu Presiden mengumpulkan semua kepala daerah dan bicara mengenai penanggulangan inflasi. Hal ini penting karena inflasi merupakan faktor utama yang membuat kemiskinan itu bertambah,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×