kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Banyak memo menghadang ratifikasi FCTC


Senin, 21 Oktober 2013 / 18:00 WIB
Banyak memo menghadang ratifikasi FCTC
ILUSTRASI. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan pandangannya saat seminar Pertemuan Tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 atau Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) G20 ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/POOL/nym.


Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri

JAKARTA. Tingginya tingkat konsumsi rokok di Indonesia membuat Indonesia masuk daftar negara dengan jumlah perokok tertinggi di dunia. Indonesia kini menempati posisi ketiga perokok terbanyak di bawah China dan India.

Untuk menekan konsumsi rokok tersebut, sudah banyak aturan yang tertuang di dalam negeri. Mulai dari Undang-Undang Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM), UU Kesehatan, dan UU Perlindungan Anak.

Namun, Indonesia sampai belum menjadi bagian dari negara-negara yang meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), atau disebut Kerangka Konvensi Pengendalian Tembakau dunia.

Bahkan, Indonesia termasuk dalam salah satu dari 11 negara di dunia yang belum meratifikasi FCTC. Di Asia Tenggara, hanya Indonesia yang belum meratifikasi kesepakatan untuk pengendalian tembakau tersebut.

Bukannya tidak mau, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan rupanya sudah berjuang untuk meratifikasi FCTC tersebut. Namun sayangnya, keinginan dari lembaga kesehatan Indonesia itu menemukan jalan terjal.

Bambang Sulistomo, Staf Khusus Menteri Kesehatan bidang Politik Kebijakan Kesehatan menjelaskan, ada banyak tantangan bagi Kementerian Kesehatan untuk meratifikasi konvensi tersebut.

"Tantangannya kuat sekali. Ada beberapa memo dari kementerian lain yang tidak setuju. Seperti dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Pertanian," kata Bambang dalam siaran pers seminar "FCTC untuk Ketahanan Bangsa" yang digelar di Jakarta, Senin (21/10).

Dalam seminar tersebut, terungkap bahwa, Kementerian Kesehatan telah beberapa kali mengajukan Indonesia untuk meratifikasi FCTC, bahkan sejak FCTC ditetapkan pada tahun 2003 silam.

Sementara itu, desakan untuk meratifikasi FCTC terus datang dari beberapa lembaga, termasuk dari Komnas Pengendalian Tembakau. Menurut lembaga itu, Indonesia dengan Somalia adalah anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang belum meratifikasi FCTC tersebut.

"Hari ini (21/10) ada pertemuan OKI di Indonesia, kami harapkan Indonesia lebih maju lagi seperti anggota OKI lainnya yang telah meratifikasi FCTC," desak Hakim Sorimuda Pohan, Anggota Komnas Pengendalian Tembakau.

Penolakan

Memang tak mudah bagi Kementerian Kesehatan untuk berjuang meratifikasi FTCT tersebut. Sebab, memo penolakan terhadap FTCT tak hanya datang dari lembaga negara lainnya, tetapi juga datang dari petani tembakau dan cengkih di dalam negeri.

Sebelum KONTAN memberitakan, penolakan petani terjadi karena khawatir ratifikasi FTCT berdampak pada bisnis tembakau dan cengkih petani. Mereka khawatir, FTCT akan mengurangi kinerja bisnis industri rokok, yang kemudian berimbas pada penyerapan tembakau dan cengkih petani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×