kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.830   0,00   0,00%
  • IDX 6.438   38,22   0,60%
  • KOMPAS100 926   8,20   0,89%
  • LQ45 723   5,45   0,76%
  • ISSI 205   2,17   1,07%
  • IDX30 376   1,61   0,43%
  • IDXHIDIV20 454   0,42   0,09%
  • IDX80 105   1,01   0,98%
  • IDXV30 111   0,45   0,40%
  • IDXQ30 123   0,28   0,22%

Banyak Kader Partai dapat Jabatan, Pengamat: Bentuk Nepotisme dan Politik Balas Budi


Kamis, 06 Maret 2025 / 19:58 WIB
Banyak Kader Partai dapat Jabatan, Pengamat: Bentuk Nepotisme dan Politik Balas Budi
ILUSTRASI. Presiden Prabowo Subianto (kedua kanan) bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka (kanan) memimpin sidang perdana dengan sejumlah Meteri Kabinet Merah Putih di Istana Bogor, Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (7/2/2025). Sidang tersebut terkait Dewan Pertahanan Nasional. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/Spt.


Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Di rezim Presiden Prabowo Subianto banyak kader partai politik yang mendapat jatah jabatan dalam penyelenggaraan negara. Hal ini memunculkan tanya publik terkait praktik nepotisme di dalam pemerintahan.

Analis Komunikasi Politik, Hendri Satrio mengatakan bahwa penempatan kader partai di lembaga negara bisa dianggap sebagai upaya untuk memastikan keselarasan visi dan misi antara pemerintah dan lembaga-lembaga tersebut.

Menurutnya, jika orang-orang tersebut memiliki kompetensi yang memadai, hal ini bisa membantu efektivitas kebijakan.

Baca Juga: PSI Buka Suara Soal Banyak Kader Masuk Jajaran FOLU Net Sink 2030

“Di sisi lain, praktik ini sering dianggap sebagai bentuk nepotisme dan politik balas budi, terutama jika penempatan tersebut lebih didasarkan pada loyalitas politik daripada kompetensi. Ini dapat merusak tata kelola pemerintahan yang baik,” ujarnya kepada KONTAN, Kamis (6/3). 

Hendri mengungkapkan, praktik bagi-bagi kursi jabatan kerap dimaknai negatif politik oleh masyarakat karena seringnya individu yang diberikan jabatan tersebut tidak perform dan cenderung mendahulukan kepentingan kelompoknya.

“Padahal bukan hal yang sulit untuk memilih orang dekat yang punya kapabilitas dan kompetensi sesuai jabatan yang diemban. Tentu bila ini terus terjadi parpol semakin kehilangan kepercayaan publik masyarakat,” ungkapnya.

Untuk mencegah hal ini, lanjut Hendri, pemerintah perlu memperkuat sistem meritokrasi dengan memastikan bahwa rekrutmen untuk posisi-posisi strategis di lembaga negara dilakukan secara transparan dan berdasarkan kompetensi, bukan loyalitas politik.

“Proses pengangkatan pejabat di lembaga negara harus dilakukan secara terbuka dan dapat diakses oleh publik, sehingga masyarakat bisa melakukan pengawasan,” terangnya.

Baca Juga: Sejumlah Kader PSI Masuk Struktur FOLU Net Sink 2023, Ini Kata Pengamat Trisakti

Selain itu, dia bilang, partai politik perlu didorong untuk lebih demokratis dan transparan dalam proses rekrutmen kader, sehingga tidak hanya mengandalkan jaringan atau kedekatan dengan elite partai.

Di sisi lain masyarakat perlu terus diedukasi tentang pentingnya tata kelola pemerintahan yang baik dan bahaya nepotisme. Dengan kesadaran yang tinggi, masyarakat bisa menjadi pengawas yang efektif sekaligus juga pemilih yang cerdas.

Menurutnya, praktik penempatan kader partai di lembaga negara memang kompleks dan memiliki dampak yang beragam. Meskipun ada alasan politis di baliknya, penting untuk memastikan bahwa hal ini tidak merugikan kepentingan publik.

“Reformasi sistem politik dan birokrasi, serta penguatan lembaga pengawas, adalah kunci untuk mencegah praktik nepotisme berulang di masa depan,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×