Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Ketua DPR Adies Kadir mewacanakan pembentukan omnibus law tentang sistem politik. Hal ini setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan penghapusan ambang batas presiden (presidential threshold).
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, sebagai sebuah wacana, rencana membentuk omnibus law politik merupakan sesuatu yang bagus.
Menurutnya, banyak undang-undang (UU) di sektor politik memiliki hubungan sebab-akibat, sehingga pendekatan omnibus law untuk mengintegrasikan berbagai regulasi politik adalah langkah yang masuk akal.
Baca Juga: InvestHK Siap Membantu Pemerintah Indonesia Untuk Mendirikan Family Office
"Karena itu ya mestinya tidak terbatas pada UU Pemilu dan Pilkada, tetapi juga termasuk UU Parpol dan UU MD3," ujar Lucius saat dihubungi Kontan, Kamis (16/1).
Menurut Lucius, UU partai politik (parpol) perlu dibenahi sebagai pintu masuk mempersiapkan pemilu atau pilkada.
Parpol menjadi sumber rekrutmen utama para kandidat sehingga penting sekali memastikan tata kelola parpol dan fungsi-fungsinya diperkuat demi peningkatan kualitas Pemilu.
Begitu juga MD3. Lucius menilai, sebagai payung hukum bagi DPR/DPD/DPRD dalam menjalankan fungsi, maka korelasinya dengan penyelenggaraan pemilu harus disinronisasikan dalam satu pembahasan yang berkesinambungan. Maka ide omnibus law bisa dipahami.
Baca Juga: DPR Sahkan 225 Undang Undang Selama Tahun 2019-2024
Yang paling penting, lanjut Lucius, bahwa DPR harus mulai dengan menyusun naskah akademik yang bisa menggambarkan kebutuhan dan tujuan pembentukan UU Politik dalam bentuk omnibus law.
"Naskah akademik menjadi penting sebagai pemandu arah proses pembahasan RUU Politik agar tidak tumpang tindih," ucap Lucius.
Dihubungi secara terpisah, Pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan, konsep omnibus law memang ada dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Misalnya kitab undang-undang hukum pidana dan kitab undang-undang hukum perdata.
"Yang bermasalah ketika omnibus law itu dipakai untuk menyatukan undang-undang yang berbeda-beda, itu yg tidak boleh," ucap Feri.
Feri menilai, omnibus law UU Cipta Kerja yang menuai sorotan publik karena berisi berbagai aturan. Ada yang mengenai minerba, tenaga kerja, pendidikan, dan macam lainnya yang digabungkan menjadi satu undang-undang.
Baca Juga: MK Hapus Ambang Batas 20% Pencalonan Presiden-Wakil Presiden, Ini Pertimbangannya
Dia menambahkan, omnibus law boleh dilakukan terhadap undang-undang yang satu nafas atau satu tema, misalnya KUHP dan KUH perdata.
Hal itu juga bisa dilakukan terhadap tema lain, misalnya membentuk kitab undang-undang pemilu sepanjang satu tema.
Feri menilai, UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu sebenarnya sudah berbentuk omnibus law karena menggabungkan 3 UU. Yakni UU penyelenggara pemilu, UU pemilu presiden, dan UU pemilu legislatif.
"Ke depan gabungkan saja UU pemilu kepala daerah, UU partai politik, karena partai politik kan peserta pemilu. Jadi secara konsep tidak ada persoalan. Yang jadi persoalan kalau di UU dicampuradukkan padahal dia tidak satu tema," jelas Feri.
Baca Juga: MK dan DPR Berseberangan Soal UU Pilkada, KPU Diminta Konsisten Seperti Pilpres
Sementara politisi PKS Mardani Ali Sera mengatakan, pola omnibus law membuat tidak ada hambatan pengaturan dan ada kesatuan ruh dalam pembahasan.
"Bisa juga dimasukkan revisi UU Parpol dan UU MD3 sehingga jadi satu kesatuan. Pintu masuk untuk reformasi sistem politik kita yang dianggap kian liberal setelah reformasi," ujar Mardani.
Selanjutnya: Soal Penghentian Sementara Penyaluran Dana Peremajaan Sawit, BPDPKS Beri Penjelasan
Menarik Dibaca: Libido Turun Usai Bersalin? Ini 5 Cara Meningkatkan Gairah Seksual Setelah Melahirkan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News