kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Bank Indonesia berpeluang biayai defisit APBN karena wabah corona, caranya?


Rabu, 01 April 2020 / 13:11 WIB
Bank Indonesia berpeluang biayai defisit APBN karena wabah corona, caranya?
ILUSTRASI. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia secara live streaming di Jakarta, Kamis (19/3/2020). BI akan diberi izin untuk ikut membiayai defisit fiskal di tengah kondisi perekonomian yang terdampak corona.


Reporter: Grace Olivia | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) akan diberi izin untuk ikut membiayai defisit fiskal di tengah kondisi perekonomian yang terdampak oleh wabah virus corona Covid-19. 

Izin tersebut dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan yang akan terbit dalam waktu dekat. 

Baca Juga: Transaksi naik, pajak digital masuk dalam Perppu stabilitas sistem keuangan

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, bank sentral sesuai dengan Undang-Undang (UU) tentang Bank Indonesia sejatinya memiliki kaidah prinsip yaitu tidak dapat membiayai defisit fiskal negara. Namun, penanganan Covid-19 saat ini dianggap sebagai kondisi luar biasa (extraordinary) yang membutuhkan kebijakan luar biasa pula. 

“Sekarang kita menghadapi kondisi tidak normal di mana membutuhkan defisit fiskal yang jauh lebih besar dan kemungkinan pasar tidak bisa semuanya menyerap kebutuhan pembiayaan defisit itu tadi,” tutur Perry dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) bersama Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Rabu (1/4). 

Oleh karena itu, Perppu nantinya akan mengatur soal perluasan kewenangan bagi BI untuk bisa melakukan pembelian surat utang negara (SUN) atau surat berharga syariah negara (SBSN) jangka panjang di pasar perdana, yang sebelumnya dilarang dalam UU. 

Baca Juga: Kalau perlu, LPS akan jamin simpanan di atas Rp 2 miliar

Namun Perry menegaskan bahwa peran BI di pasar perdana tersebut nantinya bukan sebagai first lender melainkan last lender. 

“Jadi dalam hal pasar sudah tidak bisa menyerap kebutuhan penerbitan SUN/SBSN, dan menyebabkan suku bunga menjadi terlalu tinggi atau tidak rasional, maka di situlah BI bisa membeli di pasar perdana,”  tandas Perry. 



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×