kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Banjir Kritik Publik, Bea Cukai Perlu Proaktif Memberi Informasi Persyaratan


Rabu, 08 Mei 2024 / 12:22 WIB
Banjir Kritik Publik, Bea Cukai Perlu Proaktif Memberi Informasi Persyaratan
ILUSTRASI. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani (kanan) didampingi Kepala Kantor Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta Gatot S Wibowo (kedua kiri) dan Senior Technical Advisor DHL Express Indonesia Ahmad Mohamad (kiri) melihat langsung barang impor dalam pengawasan Bea Cukai di DHL Express Distribution Center-JDC di Tangerang, Banten, Senin (29/4/2024). Banjir Kritik Publik, Bea Cukai Perlu Proaktif Memberi Informasi Persyaratan.


Reporter: Rashif Usman | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dua pekan terakhir publik ramai-ramai mengkritik kinerja Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) karena dianggap menyulitkan masyarakat yang bepergian keluar-masuk negara. 

Prosedur ekspor-impor serta aturan mengenai barang bawaan, barang kiriman, atau barang hibah turut mendapat sorotan tajam setelah tiga kasus terkait Bea Cukai viral.  "Otoritas kepabeanan bak berada di kursi pesakitan," kata Kepala Riset CITA, Fajry Akbar, dalam keterangan resminya, dikutip Rabu (8/5).

Fajry mengatakan, sorotan tajam tersebut dimulai dari kasus penerapan denda yang lebih besar dari nilai barang dalam kasus sepatu impor.

Kemudian, terjadinya keterlambatan penerimaan dan kerusakan sebuah mainan action figure milik influencer Medy Renaldy, serta alat bantu belajar tunanetra berstatus hibah untuk SLB-A Tingkat Nasional yang tertahan selama dua tahun di Bea Cukai. 

Baca Juga: Setoran Cukai Minuman Beralkohol Capai Rp 1,72 Triliun Hingga Kuartal I-2024

Menurutnya, beragam isu ini memicu tumbuhnya sentimen negatif yang lebih besar terhadap Bea Cukai. Padahal citra otoritas kepabeanan belum sepenuhnya pulih setelah Eko Darmanto (ED) dan Andhi Pramono (AP) ditahan dalam perkara korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Kami melihat kritik publik terhadap otoritas kepabeanan sebagian besar dapat diterima. Kritik diperlukan untuk membangun birokrasi yang lebih baik. Namun, kritik publik juga harus proporsional," ucapnya.

Ia menilai, otoritas kepabeanan memiliki peran besar dalam ekonomi terkait arus barang antar yurisdiksi. Oleh karenanya, terlalu besar untuk dibekukan atau bahkan dibubarkan. "Publik salah jika melihat otoritas kepabeanan hanya sebagai revenue collector yakni mengoptimalkan penerimaan negara," terangnya.

Bagi Fajry, ada tiga fungsi utama lain otoritas kepabeanan. Pertama, sebagai trade facilitator yang ditujukan untuk menekan biaya tinggi (high cost) dari perdagangan internasional sehingga punya daya saing ekonomi. 

Baca Juga: Dirjen Bea Cukai Minta Perusahaan Jasa Titipan Perkuat Perjanjian Tingkat Layanan

Kedua, sebagai industrial assistance, yaitu berupa dukungan bagi industri dalam negeri agar dapat bersaing di pasar internasional. Contohnya kemudahan impor tujuan ekspor (KITE), yang membebaskan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) bagi usaha yang berbasiskan ekspor.

Ketiga, sebagai community protector, yakni memberikan perlindungan masyarakat terhadap barang-barang yang dilarang seperti narkoba. Semenjak era perdagangan bebas, penerimaan kepabeanan tidak lagi menjadi sumber penerimaan utama dari DJBC. 

Apabila merujuk pada APBN 2024, kontribusi penerimaan kepabeanan dalam perpajakan hanya 3,24%. Bagi DJBC sendiri, kontribusi penerimaan kepabeanan hanya 23,34% sedangkan sisanya penerimaan cukai.

Baca Juga: Ekspor Batik Aromaterapi Tingkatkan Kesejahteraan Perajin Perempuan Madura

Masalah utama dalam keriuhan beberapa minggu terakhir adalah kepercayaan publik. Kemenkeu perlu sadar jika membangun kepercayaan publik tidak seperti membalikkan telapak tangan. 

"Betul, dalam hukum terdapat adagium Ignorantia juris non excusat yang artinya ketidaktahuan akan hukum tidak membenarkan siapa pun. Namun otoritas wajib melakukan sosialisasi," terangnya.


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×