Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Edy Can
JAKARTA. Komisi III DPR telah menyerahkan draft revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Badan Legislasi DPR. Nantinya, Badan Legislasi DPR akan mengkaji draft tersebut.
Ketua Badan Legislasi DPR Ignatius Mulyono mengaku tak ingin memutuskan nasib draft revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK itu. Dia akan meminta pendapat anggota Komisi III DPR, pakar hukum, akademisi dan pihak lainnya. "Kami tidak tergesa-gesa soal ini. Kami inginkan yang terbaik. KPK sangat dibutuhkan saat ini. Kalau sampai keberadaanya tidak memiliki kekuatan, itu tidak baik juga," kata Ignatius, Kamis (27/9).
Dalam pembahasan revisi UU KPK, Mulyono mengkau banyak perdebatan. Menurutnya, ada yang mendukung atau menolak usulan revisi tersebut. Sebab, menurutnya, banyak dari anggota Badan Legislasi yang menginginkan kewenangan dan peranan KPK jangan sampai dilemahkan.
Menurutnya, Badan Legislasi menyadari bahwa penyelenggaraan fungsi penegakan hukum oleh aparat penegak hukum lainnya juga belum optimal sehingga keberadaan KPK untuk pemberantasan korupsi masih diperlukan. "Kalau KPK sampai dilemahkan (artinya) semakin kurangnya unsur-unsur yang bisa memberantas korupsi. Mau jadi apa negara ini," ucap Ignatius.
Politisi Partai Demokrat ini mengakui draft revisi UU KPK dari Komisi III DPR banyak memangkas tugas dan wewenang KPK. Dia mencontohkan, soal penghapusan fungsi penuntutan, meminta izin terlebih dahulu untuk melakukan penyadapan terhadap Ketua Pengadilan Negeri, adanya usulan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) sampai pembentukan Dewan Pengawas KPK. "Nuansanya bisa melemahkan KPK, tapi itu merupakan baru sekedar draf dan sekarang masih dibahas," ungkap Ignatius.
Ketua Komisi III DPR I Gede Pasek Suardika mengaku, revisi Undang-Undang KPK ini menuai pro dan kontra. Ada yang berpendapat harus direvisi dan ada yang juga tak ingin direvisi. Salah satu yang menolak revisi UU KPK adalah fraksi Partai Demokrat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News