kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.455.000   12.000   0,83%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

Awal 2011 Ditjen Pajak hapuskan seluruh biaya fiskal


Minggu, 05 Desember 2010 / 15:00 WIB
ILUSTRASI. Bursa Asia


Reporter: Irma Yani | Editor: Rizki Caturini

BOGOR. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak berencana menghapus biaya fiskal perjalanan keluar negeri, mulai 1 Januari 2011. Kali ini, bebas biaya fiskal itu akan diberlakukan bagi seluruh wajib pajak (wp) pemilik Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ataupun wp yang tak memiliki NPWP.

Padahal, kebijakan serupa telah diberlakukan sejak lama di negara-negara lain. "Malu juga mempertahankan fiskal luar negeri ini, sementara negara lain kan sudah tidak ada," ucap Direktur Transformasi Proses Bisnis Ditjen Pajak Robert Pakpahan, Sabtu (4/12).

Awalnya, tujuan Ditjen Pajak memberlakukan fiskal ini untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memiliki NPWP. Dan langkah tersebut telah berhasil meningkatkan jumlah pemegang NPWP. "Masyarakat akan berfikir, jika punya NPWP bisa dibebaskan fiskal," terangnya.

Robert tak khawatir langkah penghapusan fiskal ini akan berimbas pada penerimaan negara. Hal itu bisa ditingkatkan melalui perbedaan tarif. Sekedar informasi, selama ini, kebijakan unggulan yang telah berhasil meningkatkan wajib pajak ada tiga, yakni sunset policy, fiskal dan perbedaan tarif.

Dua kebijakan pertama sudah akan habis. Satu-satunya kebijakan yang masih bisa berjalan adalah memperlakukan perbedaan tarif. Ia mencontohkan, jika karyawan kalau tidak punya NPWP kan dipotong pph-nya lebih tinggi 20%.

Terlebih, lanjutnya, sumbangan fiskal luar negeri ini pun tidak begitu signifikan memberikan kontribusi. "Waktu diterapkan fiskal luar negerti telah berhasil mendapatkan Rp 1,5 triliun hingga Rp 3 triliun per tahun. Sumbangan ke pemerintah memang ada tapi tidak terlalu signifikan," tutur Robert.

Selain itu, kebijakan fiskal ini sebelumnya dimaksudkan untuk menghalangi orang kaya menghabiskan uangnya di luar negeri, disamping mengembangkan pariwisata dalam negeri. Namun, ungkap Robert, saat ini biaya fiskal luar negeri ini sudah tidak layak lagi diberlakukan. Pasalnya, "Keadaan sekarang sudah beda kalau dibandingkan waktu mulai diberlakukannya fiskal," terangnya.

Robert berharap, dengan dihapuskannya kebijakan fiskal luar negeri ini nantinya mampu menghilangkan potensi manipulasi nilai fiskal yang dilakukan antara aparat pajak dan masyarakat. "Kita harap insiden manipulasi, baik dari aparat kami maupun orang bisa mempermainkan fiskal tapi praktik ini akan hilang," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×