Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
Selain itu, retensi 12 bulan dan kewajiban penempatan di SBN valas berpotensi menimbulkan kekhawatiran terkait kecocokan tenor antara arus kas ekspor dan kebutuhan valas perusahaan.
Josua menilai, risiko tersebut dapat ditekan jika pemerintah memperkuat integrasi data antara pabean, perbankan, dan perpajakan. Pengawasan harus lebih ketat agar potensi kebocoran tidak terjadi melalui dokumen ekspor atau jalur perpajakan.
Menurut Josua, aturan baru perlu dilengkapi kebijakan pendukung agar tidak sekadar menjadi kewajiban administratif. Insentif diperlukan, seperti keringanan pajak untuk kupon SBN valas, suku bunga penempatan yang kompetitif, dan kemudahan penggunaan DHE untuk pembiayaan perdagangan dan lindung nilai.
Baca Juga: Realisasi DHE SDA Dampaknya ke Rupiah dan Cadangan Devisa Masih Terbatas
Ia juga menilai bahwa penguatan devisa tidak bisa hanya mengandalkan aturan. Pemerintah perlu meningkatkan fundamental ekonomi, termasuk mempercepat hilirisasi komoditas, mengurangi ketergantungan impor energi dan pangan, serta memperluas penggunaan rupiah dalam transaksi internasional.
Josua menyimpulkan bahwa secara desain, aturan DHE yang baru memberikan peluang besar untuk menahan lebih banyak valas di dalam negeri dan memperkuat posisi cadangan devisa BI.
Namun keberhasilannya sangat bergantung pada kepatuhan pelaku usaha, daya tarik instrumen penempatan, serta konsistensi koordinasi antara Kementerian Keuangan dan BI.
Ia menegaskan bahwa kebijakan DHE harus dipandang sebagai bagian dari paket penguatan neraca pembayaran dan reformasi struktural yang lebih luas. Dengan pendekatan menyeluruh, kebijakan ini diharapkan dapat menjaga kepercayaan pasar dan mendukung stabilitas makroekonomi Indonesia.
Selanjutnya: BPD DIY Percaya Diri Bisa Menyalurkan 100% Kuota FLPP Hingga Akhir Tahun
Menarik Dibaca: Kehabisan Gaji Pasca PHK? Ini Solusi Finansial tanpa Stres dan Tetap Stabil
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













