kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.783   12,00   0,08%
  • IDX 7.487   7,88   0,11%
  • KOMPAS100 1.159   4,22   0,37%
  • LQ45 919   5,86   0,64%
  • ISSI 226   -0,48   -0,21%
  • IDX30 474   3,57   0,76%
  • IDXHIDIV20 571   3,72   0,66%
  • IDX80 132   0,67   0,51%
  • IDXV30 140   1,16   0,83%
  • IDXQ30 158   0,67   0,43%

Asian Agri cari dana untuk bayar cicilan denda


Kamis, 30 Januari 2014 / 18:14 WIB
Asian Agri cari dana untuk bayar cicilan denda
ILUSTRASI. Download Video CapCut Tanpa Watrmark Terbaru September 2022, Coba Ikutin Langkah Ini


Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Asian Agri Grup berupaya mencari sumber dana untuk membayar denda pajak senilai Rp 2,5 triliun yang ditetapkan Mahkamah Agung (MA).

General Manager Asian Agri Freddy Wijaya menyatakan perusahaan sedang mencari dana baik dari internal maupun eksternal. "Dari eksternal kemungkinan dengan pinjaman," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (30/1).

Asian Agri memutuskan untuk membayar denda pajak senilai Rp 2,5 triliun yang diputuskan oleh Mahkamah Agung. Pembayaran pertama senilai Rp 719,9 miliar disetorkan ke rekening Kejaksaan Agung Selasa lalu (28/1). Sedangkan pembayaran berikutnya akan dicicil Rp 200 miliar per bulan hingga Oktober 2014.

Hal ini dilakukan demi kelangsungan kegiatan perusahaan yang mempunyai 25.000 karyawan dan 29.000 keluarga petani plasma.

Namun demikian, Asian Agri menilai putusan MA keliru. Pasalnya MA menghukum Asian Agri membayar denda berdasarkan putusan nomor.2239K/Pid.Sus/2012 dengan terdakwa Suwir Laut. Asian Agri sendiri bukan merupakan pihak dan tidak pernah diadili.

Atas putusan ini, Asian Agri telah mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Pajak. Perusahaan perkebunan kelapa sawit ini juga sedang mempertimbangkan untuk mengajukan upaya Peninjauan Kembali (PK).

Lantaran perusahaan sudah mulai membayar, Asian Agri meminta pemblokiran aset-aset perusahaan serta kepemilikan dan kepengurusan perusahaan di Kementerian Hukum dan HAM segera dicabut.

"Kalau terus diblokir, beberapa kegiatan operasi perusahaan bisa terhambat. Misalnya tentang perubahan susunan direksi yang harus didaftarkan dulu di Kemenkumham," kata Freddy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×