Reporter: Vina Elvira | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan antidumping Departemen Perdagangan Amerika Serikat (AS) terhadap benang polyester dari Indonesia, menjadi hambatan baru bagi kinerja ekspor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia. Terlebih, saat ini industri TPT tengah berupaya menggenjot pasar ekspor, termasuk ke negeri Paman Sam tersebut.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum menerima informasi secara resmi dari pemerintah terkait antidumping benang polyester itu. Namun memang beberapa perusahaan terkait sudah memberi laporan ke APSyFI.
"Tapi kami sudah dapat informasi dari perusahaan-perusahaan terkait," kata Redma kepada Kontan.co.id, Kamis (21/10).
Baca Juga: Harga kapas dunia melonjak, Kemenperin targetkan substitusi impor 35% tahun depan
Lebih jauh, dia mengatakan, tambahan pengenaan bea masuk dengan persentase yang cukup besar, membuat benang filament menjadi lebih mahal dan menjadi beban importir di AS. Dengan adanya biaya tambahan ini, Redma mengatakan, akan membuat para importir berpikir ulang untuk membeli produknya dari produsen asal Indonesia.
"Meski untuk beberapa jenis produk spesifik sepertinya ekspornya akan tetap berlanjut namun akan terjadi tambahan biaya," tuturnya.
Menurut Redma, kontribusi ekspor TPT terhadap total nilai produksi industri mencapai sekitar 30%. Sedangkan share ekspor ke AS angkanya berkisar 35% dari total nilai ekspor industri TPT.
Dengan demikian, untuk terus menggenjot pertumbuhan pasar ekspor, industri TPT pun kini fokus pada ekspansi untuk mengembangkan produk sesuai dengan keinginan para buyer yang saat ini lebih mengarah ke green dan functional product.
"Konsep sustainability dan circular economy sangat jadi pertimbangan buyer," kata Redma.
Selanjutnya: Harga kapas dunia melejit, asosiasi jamin tidak ada kenaikan harga di konsumen
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News