kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.956.000   25.000   1,29%
  • USD/IDR 16.536   -80,00   -0,49%
  • IDX 6.949   50,77   0,74%
  • KOMPAS100 1.008   6,76   0,68%
  • LQ45 779   4,55   0,59%
  • ISSI 222   1,81   0,82%
  • IDX30 403   1,48   0,37%
  • IDXHIDIV20 475   0,48   0,10%
  • IDX80 114   0,72   0,64%
  • IDXV30 116   0,56   0,49%
  • IDXQ30 131   -0,28   -0,21%

Aryanto Sutadi di mata pansel KPK


Sabtu, 20 Agustus 2011 / 15:25 WIB
ILUSTRASI. BPKP bersama dengan DPD bersinergi mengawal dana desa agar tetap akuntabel ditengah pandemi.


Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Dari delapan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang diajukan ke presiden, Aryanto Sutadi paling kena sorot. Masuknya jenderal bintang dua purnawirawan polisi itu dinilai tak layak masuk delapan besar karena menghalalkan gratifikasi sepanjang si pemberi ikhlas.

Konyol memang jika gratifikasi menjadi suatu kehalalan. Bagi pimpinan KPK, gratifikasi suatu yang tabu terlepas diberikan secara ikhlas. Persoalannya bukan di situ, melainkan gratifikasi menjadi awal munculnya konflik kepentingan yang dapat timbul di kemudian hari.

Erry Riyana Hardjapamekas, salah satu anggota Panitia Seleksi Pimpinan KPK mengaku serba salah memasukkan nama Aryanto ke delapan besar calon yang bakal digodok di DPR nanti. "Sangat dilematis. Karena calon berikutnya itu Egi Sujiati," ujarnya kepada wartawan di Gedung KPK kemarin.

Di antara anggota Pansel memang muncul perdebatan keras antara memilih Aryanto atau Egi untuk delapan besar. Setelah menimang 'dosa' keduanya, Pansel memutuskan Egi lebih pantas tersingkir. Berdasar rekam jejak calon, dosa Egi lebih prinsipil. Dengan sangat terpaksa Aryanto masuk.

Erry menampik masuknya Aryanto karena Pansel memakai rumus keterwakilan penegak hukum dari Polri dalam susunan pimpinan KPK. "Sama sekali enggak dan kebetulan saja," terangnya. "Ketika dikumpulkan jadi satu, akhirnya kita harus memilih, memutuskan. Itu yang dilematisnya. Maka dengan sangat terpaksa."

Bekas pimpinan KPK itu merunut, Aryanto dari hasil tabulasi 13 anggota Pansel berada di rangking delapan. Menyusul setelahnya Egi dan diikuti Sayid Fadhil, dosen hukum Universitas Syah Kuala. Di mata Pansel, Sayid tak cukup kompeten dan pengalaman. Maka, setelah Aryanto, tak ada calon lain yang layak.

"Artinya kita serba salah kan? Padahal calonnya cuma sepuluh. Kalau kita mau ngomong dari awal kenapa sih cuma sepuluh. Kenapa enggak 14 atau 12, dan kita memilih enggak susah," tandasnya. Sekarang, DPR harus harus bekerja keras menyaring empat terbaik dari delapan nama hasil saringan Pansel.

Berikut ini delapan calon berdasar rangking teratas sampai terendah: Bambang Widjojanto, Yunus Husein, Abdullah Hehamahua, Handoyo Sudrajat, Abraham Samad, Zulkarnain, Adnan Pandupradja, dan Aryanto Sutadi. Sedang Edi dan Sayid tak masuk kualifikasi untuk uji kepatutan dan kelayakan di DPR. (Tribunnews.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Cara Praktis Menyusun Sustainability Report dengan GRI Standards Strive

[X]
×