kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.924   6,00   0,04%
  • IDX 7.202   60,78   0,85%
  • KOMPAS100 1.106   11,13   1,02%
  • LQ45 878   12,09   1,40%
  • ISSI 220   0,63   0,29%
  • IDX30 449   6,48   1,46%
  • IDXHIDIV20 540   5,30   0,99%
  • IDX80 127   1,46   1,16%
  • IDXV30 134   0,17   0,13%
  • IDXQ30 149   1,68   1,14%

Apindo Telah Ajukan Judicial Review Soal Aturan UMP 2023


Kamis, 01 Desember 2022 / 19:44 WIB
Apindo Telah Ajukan Judicial Review Soal Aturan UMP 2023
ILUSTRASI. Apindo ajukan judicial review ke Mahkamah Agung soal aturan UMP 2023


Reporter: Amalia Nur Fitri | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upah Minimum Provinsi (UMP) 2023 telah mengalami kenaikan berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022.

Merespon kebijakan ini, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Anton J Supit, menuturkan pihaknya telah mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Agung sejak Senin (29/11) lalu.

"Kami sebenarnya sekarang sedang mempertanyakan dan meminta kepastian lagi melalui Judicial Review ke MA. Yang kita tahu, hukum kenaikan upah minimum 2023 tersebut melangkahi UU Cipta Kerja dan mengubah norma pengupahan yang diatur dalam PP 36/2021," paparnya saat dihubungi oleh Kontan, Kamis (1/12).

Baca Juga: Ada Daerah yang Kerek UMK 10%, Pengusaha: Industri Bisa Tutup

Lebih jauh, Anton mengatakan bahwa aturan yang dicantumkan dalam PP 36/2021 telah memiliki formula mengatur UMP dan mengurangi kesenjangan antar kota.

Di sisi lain, Apindo juga menyoroti bahwa aturan kenaikan UMP seharusnya mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai turunan UU Cipta Kerja.

Anton menambahkan, langkah ini ditempuh bukan untuk menolak kenaikan UMP, melainkan menuntut dasar penentuan upah minimum yang pasti.

Baca Juga: Pengusaha Mengaku Sulit Buka Lapangan Kerja Baru Akibat Kebijakan UMP 2023

Ia juga mengatakan, kondisi perekonomian saat ini dalam keadaan sulit yang diiringi munculnya isu pemutusan hubungan kerja (PHK). Anton mengatakan, beberapa industri padat karya seperti sepatu, garmen, dan tekstil mengalami penurunan order hingga di kisaran 30% sampai 50%. Meski demikian, Anton mengakui kenaikan UMP bukan faktor utama pengusaha melakukan PHK.

"Jadi selama hal ini belum pasti, kami juga sulit untuk memprediksi . Kami juga tidak akan membicarakan soal angka dan lain-lain sebelum ini clear," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×