Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa wilayah sentra industri di Indonesia telah mengusulkan kenaikan upah minimum kabupaten/kota (UMK).
Seperti Karawang dan Purwarata misalnya kompak mengusulkan kenaikan UMK naik 10%.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ian Syarif menyampaikan kenaikan 10% hanya akan membuat beberapa pabrik di sentra industri tutup atau tidak beroperasi.
Dijelaskannya saat ini, kondisi produksi pabrik hanya tinggal 40%, turun drastis lantaran tidak bisa bersaing dengan produk Vietnam dan Bangladesh.
Baca Juga: Mulai Hari Ini Hingga 7 Desember 2022, Buruh Demo Tolak Kenaikan UMP DKI 5,6%
Maka dengan kenaikan UMK tinggi di sejumlah wilayah, hanya akan menambah beban pelaku usaha yang sudah berat. Bahkan menurutnya untuk melakukan relokasi pabrik ke wilayah dengan UMK lebih rendah saja pihaknya sudah tidak bisa.
"Karena sisa order hanya 40% dan biaya relokasi relokasi lebih mahal," kata Ian pada Kontan.co,id, Kamis (1/12).
Oleh karenanya, pihaknya tetap akan melakukan banding ke Mahkamah Agung (MA) terkait dengan kebijakan penetapan upah melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 18/2022. "Kita akan banding ke MA," tuturnya.
Baca Juga: Menakar Dampak Kenaikan Upah Minimum 2023 Terhadap Inflasi
Sebelumnya, sejumlah pemerintah provinsi telah menetapkan UMP sejak 28 November lalu. Penetapan UMP ini selanjutnya akan dijadikan basis penetapan UMK di sejumlah kabupaten/kota. Adapun batas akhir penetapan UMK adalah 7 Desember 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News