kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Apindo: Kondisi makro baik, mikro jelek


Rabu, 26 Juli 2017 / 19:40 WIB
Apindo: Kondisi makro baik, mikro jelek


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi penanaman modal di Indonesia selama triwulan kedua tahun ini sebesar Rp 170,9 triliun atau hanya naik 3% dari realisasi di triwulan sebelumnya yang sebesar Rp 165,8 triliun.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bidang Hubungan Internasional dan Investasi Shinta Widjaja Kamdani menilai, pertumbuhan yang tipis ini bisa dilihat dari situasi perekonomian Indonesia, Shinta melihat, kondisi makro dalam negeri baik, namun dari segi mikro jelek.

“Makro baik, mikro jelek. Ini adalah sebuah kendala. Semua sektor, ritel, properti di Indonesia juga masih dalam kendala. Penjualan mi instan saja turun 4%. Jadi, kalau udah pengaruh ke makanan minuman, sangat mengkhawatirkan kondisi mikro,” kata Shinta kepada KONTAN, Rabu (26/7).

Sementara bila dilihat dari konteks global, Shinta mengatakan bahwa perekonomian dunia sendiri belum sepenuhnya pulih. Hal ini terlihat dari beberapa negara yang merevisi turun perekonomiannya. Inilah yang menurutnya mempengaruhi keinginan investor untuk investasi di luar negaranya.

Kepala BKPM Thomas Lembong mengatakan, dirinya khawatir dengan prospek ekonomi dan investasi Indonesia pada triwulan 3 dan 4 tahun ini. Hal itu disebabkan oleh harga komoditas yang cenderung menurun di triwulan kedua tahun ini.

“Tahun lalu harga komoditas naik 27% hingga triwulan pertama tahun ini. Bagi negara yang eksposurnya kepada komoditas seperti Indonesia, ini membantu, tetapi triwulan kedua harga komoditas turun lagi. Saya khawatir bisa jadi beban untuk ekonomi dan investasi Indonesia di triwulan III dan IV,” jelas Thomas di kantornya, Rabu (26/7).

Thomas juga menyatakan bahwa dirinya prihatin dengan struktur investasi di Indonesia, terutama keseimbangan padat modal dan padat karya. Menurutnya, hal ini berhubungan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah sendiri yang menghambat investasi.

“Kalau kita tidak segera perbaiki peraturan yang dikeluhkan Presiden, bisa saja nilai investasi naik terus tapi pelaku usaha malah mengurangi tenaga kerja akibat efisiensi," ujarnya.

Bila demikian yang terjadi, menurut Thomas, meskipun target investasi tercapai, tetapi akan terjadi kontraproduktif dengan tujuan besar program ekonomi. Pasalnya, peningkatan angka investasi dan pertumbuhan ekonomi menurutnya belum tentu 100% sama dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

“Jadi kita harus perhatikan struktur. Saya khawatir retail sales yang lemah di triwulan II di mana segala kategori retail sangat lemah, mulai dari baju sampai petasan. Jangan sampai ini menunjukkan bahwa dunia usaha menggeser investasi ke program-program yang mengurangi ketergantungan pada tenaga atau efisiensi,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×