Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
Untuk menghindari skenario tersebut, ia menyarankan agar pemerintah memperkuat basis penerimaan negara, khususnya dari sektor perpajakan, melalui peningkatan ekstensifikasi wajib pajak, penerapan pajak kekayaan (wealth tax), serta pengawasan pajak berbasis digital.
Badiul juga menekankan pentingnya koordinasi antara kebijakan fiskal dan moneter untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, termasuk melakukan intervensi bila diperlukan. Selain itu, percepatan realisasi investasi dan ekspor dinilai penting guna menjaga cadangan devisa negara.
Di sisi lain, langkah reprioritasi dan efisiensi belanja juga perlu dilakukan. Pemerintah disarankan untuk mengurangi pengeluaran yang tidak produktif dan mengalokasikan kembali anggaran ke sektor-sektor strategis seperti UMKM dan infrastruktur dasar, guna menghemat belanja dan menjaga keberlanjutan fiskal.
Baca Juga: Rupiah Terus Ambruk, Defisit APBN Berpotensi Melebar Jadi 2,9% dari PDB Tahun Ini
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta masyarakat maupun pasar tidak panik dalam melihat angka defisit anggaran hingga Maret 2025.
Menurutnya, catatan defisit hingga Maret 2025 masih posif dan masih sesuai dengan target dalam APBN 2025. Adapun target kesimbangan primer sebesar Rp 63,3 triliun dan defisit sebesar Rp 616,2 triliun tahun ini.
"Nanti kalau melihat defisit jangan panik karena memang desainnya adalah defisit primary balance Rp 63,3 triliun dan defisit total postur Rp 616 triliun," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers di Jakarta, Rabu (30/4).
Selanjutnya: Laba Bersih Asuransi Intra Asia Capai Rp 29,44 Miliar Sepanjang 2024
Menarik Dibaca: 10 Pilihan Buah-buahan untuk Asam Lambung yang Sehat dan Aman Dikonsumsi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News