Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti masih adanya belanja anggaran pemerintah yang belum optimal. Hal itu terjadi karena cara penganggaran pemerintah daerah belum banyak yang tepat.
Presiden memberikan contoh dalam pengembangan usaha mikro di sebuah kabupaten sebesar Rp 2,5 miliar. Namun, dari jumlah itu, Rp 1,9 miliar anggaran untuk honor, ATK, snack, rapat, dan perjalanan dinas.
Lalu, ada juga pembangunan balai penyuluh pertanian di sebuah kabupaten yang anggarannya Rp 1 miliar. Namun, dari jumlah itu, Rp 734 juta diantaranya untuk honor, rapat, dan perjalanan dinas.
Baca Juga: Minim! Realisasi Belanja Pemda Hingga Maret 2023 Baru 10,2 % dari APBD
Selanjutnya, terkait anggaran stunting. Jokowi mencontohkan, anggaran stunting Rp 10 miliar. Namun yang benar-benar digunakan untuk penanganan stunting seperti pembelian telur ayam dan daging ayam tidak sampai Rp 2 miliar. Sisanya, lebih banyak digunakan untuk perjalanan dinas, rapat-rapat dan lainnya.
Selain itu, Jokowi juga mengatakan, masih banyaknya kemiskinan di suatu daerah. Namun anggaran untuk perlindungan sosial di daerah tersebut kurang dari 1%.
Oleh karena itu, Jokowi meminta cara penggunaan anggaran mesti tepat sasaran agar berdampak langsung ke masyarakat.
"Hal-hal seperti ini yang perlu diawasi betul," ujar Jokowi dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah di Kantor BPKP, Rabu (14/6).
Jokowi menyebut, untuk mendapat penerimaan negara dari pajak, PNBP, royalti, dan hal lainnya terbilang sulit. Sebab itu, setiap rupiah yang dibelanjakan dari APBN maupun APBD harus produktif.
Baca Juga: Kemenperin Berikan Penghargaan Pengguna dan Produsen Produk Dalam Negeri
Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh mengatakan, tantangan utama yang BPKP hadapi dalam pelaksanaan pengawasan intern adalah upaya pengawalan dan pendampingan belum sepenuhnya diterima dengan baik oleh pimpinan kementerian/lembaga/pemerintah daerah.
"Di lapangan, masih kerap terjadi penolakan atau penghalangan terhadap upaya pengawalan yang kami rancang untuk dilakukan sejak tahap awal program/kegiatan," ucap Ateh.
Dampaknya, lanjut Ateh, pencegahan permasalahan menjadi tidak optimal. Dalam hal ini, program/kegiatan terlanjur terkena permasalahan akuntabilitas sehingga terkadang penyelesaiannya harus melalui upaya penegakan hukum.
Baca Juga: Apakah THR PNS Ditransfer Hari Ini (4/4)? Cek Dahulu Isi PP 15 Tahun 2023
Selain itu, tindak lanjut oleh kementerian/lembaga/pemerintah daerah atas rekomendasi yang BPKP sampaikan juga sering kali lambat, atau bahkan berlarut-larut hingga permasalahan menjadi semakin besar.
"Kami berharap komitmen pimpinankementerian/lembaga/pemerintah daerah dalam memberikan akses terhadap pengawasan intern serta menindaklanjuti rekomendasi, dapat ditingkatkan," ujar Ateh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News