Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Indonesia tengah melakukan kajian hingga revisi perjanjian dagang bilateral dengan sejumlah negara. Ini dilakukan untuk antisipasi era perang dagang yang mulai digaungkan Amerika Serikat (AS) dengan China. Sebab, perjanjian dagang berkaitan dengan keringanan tarif bea masuk antar negara.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah melihat yang dipersoalkan Presiden AS Donald Trump lebih ke hubungan perdagangan bilateral. Misalnya, hubungan bilateral antara AS dengan Eropa atau AS dengan Kanada.
Makanya, pemerintah ingin komitmen antar negara lebih kuat dan berbagai hal bisa disesuaikan agar menguntungkan kedua negara. "Indonesia sedang dalam proses melakukan kajian dan revisi bilateral agreement. Umpamanya, kita dengan Australia," kata Sri Mulyani usai rapat paripurna di DPR, Selasa (10/7).
Ia melanjutkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga meminta agar hal-hal yang berhubungan dengan perjanjian bilateral bisa segera diselesaikan. Ini dilakukan untuk memberikan landasan bagi Indonesia baik dari sisi perdagangan, perpajakan, hingga investasi. "Kita lihat saja. Kan itu kerja bersama antara berbagai kementerian," ujar Sri Mulyani.
Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemdag) Oke Nurwan juga menyatakan bahwa Indonesia harus bisa memanfaatkan peluang dari perang dagang. Sebab, nantinya akan ada pasokan yang hilang dari AS ke China dan kekosongan itulah yang bisa dimanfaatkan Indonesia. "Kita harus memanfaatkan potensi perjanjian yang sudah ada, misalnya ASEAN-China," jelas Oke.
Meski begitu, perang dagang juga mengakibatkan peralihan barang. Barang ekspor yang sebelumnya masuk ke China dari AS akan dialihkan ke megara lain termasuk Indonesia. Makanya, "Kita harus antisipastif, bahwa kalau memang harus masuk ya barang yang memang kita butuhkan," tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News