Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia mulai terjadi. Sebut saja, gelombang PHK yang mengancam perusahaan tekstik dan produk tekstil (TPT).
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, permasalahan PHK terutama yang berasal dari sektor tekstil terdapat pada supply shock berupa naiknya biaya produksi dan sisi permintaan ekspor yang melemah.
Bhima menyarankan pemerintah untuk fokus dalam mendorong upaya stimulus berupa diskon tarif listrik, perluasan pasar ekspor ke negara alternatif, hingga pengalihan produk ke dalam negeri melalui relaksasi pajak sebelum menggelontorkan berbagai bantuan sosial (bansos).
Sementara itu,apabila pemerintah ingin memberikan bantuan sosial, Bhima bilang, harus dalam bentuk Bantuan Subsidi Upah (BSU) sehingga para pelaku usaha bisa dibantu dalam meringankan beban upah. Hanya saja, ia menilai, BSU yang selama ini digelontorkan pemerintah masih terbilang rendah, sehingga pemerintah menambah BSU yang selama ini telah diberikan.
Seperti yang diketahui, pemerintah memberikan BSU kepada pekerja/buruh sebesar Rp 600.000 bagi yang memenuhi persyaratan, salah satunya yang bergaji maksimal Rp 3,5 juta per bulan.
"Selama ini, BSU masih terbilang rendah, jadi harus ditambah menjadi Rp 1 juta per bulan hingga akhir 2023 ke depan," ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Jumat (4/11).
Baca Juga: Terjadi PHK Massal di Industri Tekstil, Begini Respons Pemerintah
Sebelumnya, Bhima mengatakan, ramainya gelombang PHK di tanah air dikarenakan perusahaan harus menyesuaikan kapasitas produksi dan model bisnis dengan proyeksi perlambatan ekonomi yang terjadi di tahun depan.
"Naiknya biaya bahan baku, ongkos angkutan tidak berjalan lurus dengan naiknya daya beli masyarakat," katanya.
Bhima memperkirakan, tingkat pengangguran terbuka pada tahun depan sebesar 5,9% hingga 6% atau lebih tinggi dari data per Februari 2022 yang hanya sebesar 5,83%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, stimulus yang akan diberikan sampai akhir tahun nanti akan mengikuti momentum program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Misalnya saja, pihaknya akan bekerjasama dengan berbagai kementerian/lembaga untuk memulihkan kembali sektor pariwisata yang sempat terpukul akibat pandemi covid-19. Hal yang sama juga dilakukan untuk sektor manufaktur.
"Oleh karena itu, di dalam rangka kita untuk menjaga momentum pemulihan secara agregat, meomentum belanja APBN sifatnya sangat kuat," katanya dalam Konferensi Pers Komite Stabilitas Ssitem Keuangan (KSSK), Kamis (3/11).
Sri Mulyani bilang, 40% dari alokasi anggaran akan dieksekusi pada kuartal IV-2022. Hal ini berarti akan menambah agregat demand yang sangat signifikan. Selain itu, upaya-upaya untuk menjaga daya beli masyarakat akan terus dieksekusi melalui pemberian bansos.
Baca Juga: Antisipasi Gelombang PHK, Pemerintah Siap Gelontorkan Bansos
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News