Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di Jawa Barat (Jabar) khususnya pada perusahaan tekstil dan produk tekstil (TPT) membuat publik gaduh. Pasalnya gelombang PHK di daerah tersebut bisa menyebar luas ke daerah lain juga.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bahkan mencatat di Jabar selama Januari hingga Oktober 2022 jumlah PHK telah mencapai 73.000 orang. Jumlah itu belum termasuk perusahaan yang tidak tergabung dalam Apindo. BPJS sendiri telah mencatat adanya ratusan ribu pekerja yang mengajukan klaim JHT.
Plt. Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro (PKEM) Abdurohman, menjawab terkait isu PHK di industri tekstil tersebut.
Menurutnya, badai PHK masal tersebut harus ditelaah lebih jauh lagi. Ia juga merasa heran, karena sejauh ini kondisi industri tekstil jika dilihat dari kinerja ekspornya masih sangat tinggi.
Baca Juga: Badai PHK Hantui Industri Tekstil, Sri Mulyani Angkat Bicara
Pun berdasarkan laporan penelitian di lapangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan belum terjadi PHK secara masal seperti yang diberitakan, tetapi banyak perusahaan yang memang sudah mulai mengurangi produksi dan juga menggilir pegawainya.
“Isu PHK masal di industri tekstil dan alas kaki di Jabar ini juga sedang didalami, apakah betul memang terjadi PHK massal sampai 73.000. Karena berdasarkan hasil penelitian teman-teman Kemenkeu yang ada di Jabar dilaporkan sebenarnya belum ada terjadi PHK secara massal,” tutur Abdurohman dalam Media Briefing bersama Kemenkeu, Jumat (4/11).
Ia juga mencatat, pendapatan penjualan industri tekstil tumbuh di atas 10% sementara total industri manufaktur secara keseluruhan hanya sekitar 5%. Sehingga ia merasa bingung dengan kinerja industri tekstil yang masih meningkat, kemudian terjadi PHK besar-besaran.
Menurutnya, kinerja industri tekstil tersebut didukung oleh beberapa sektor yang masih tumbuh kuat. Di antaranya, industri tekstil pakaian dan aksesori rajutan, pakaian dan aksesori non rajutan, dan untuk alas kaki, yang pertumbuhannya masih kuat hingga kuartal III tahun ini.
Baca Juga: Serikat Buruh: Badai PHK Pasti Terjadi Jika Terjadi Resesi
Tak hanya itu, sebagian besar korporasi juga dinilai masih dalam kondisi yang aman. Terbukti dengan pendapatan perusahaan yang tumbuh kuat mengekor kinerja pertumbuhan ekonomi yang juga kuat.
Selain itu, rasio pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi (EBITDA) terhadap pembayaran bunga utang (ICR) juga terus membaik. Menurutnya, semua sektor mencatatkan ICR di ambang atas 1,5%, bahkan untuk sektor pertambangan berada di atas 10%.
Akan tetapi, hanya ada satu sektor yang masih marginal ICR-nya yakni sektor real estate yang berada di sekitar level threshold.
Dengan kinerja yang telah disebutkan tersebut, Abdurohman mengatakan, pihaknya masih akan terus menelaah lebih jauh terkait fakta kondisi di lapangan yang sebenarnya. Pasalnya kondisi tersebut akan menentukan Tindakan pemerintah ke depannya.
Baca Juga: Resesi Ekonomi Global di Depan Mata, Sayonara Bonanza Harga Komoditas
“Jadi, mungkin arah untuk PHK-nya bisa jadi, tapi kondisi riil nya masih terbilang cukup baik, sehingga nanti kita lihat bagaimana respons dari pemerintah karena ini akan terkait dengan pertanyaan berikutnya, apakah akan ada kebijakan untuk memberikan tambahan bansos lagi,” kata Dia.
Ia juga membeberkan, hingga saat ini pemerintah masih belum memutuskan apakah akan memberikan bantuan tambahan terkait pekerja yang telah di PHK tersebut.
“Sampai sekarang belum ada arahan, termasuk juga diskusi mengenai apakah gejala PHK massal yang sekarang muncul di jabar akan direspons dengan kebijakan dengan memberikan bantalan sosial. ini sampai sekarang belum ada,” imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News