Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto
“Nanti lewat GST maka perbedaannya lewat pengkreditan yang lebih selektif. Bisa juga membatasi restitusi PPN untuk korporasi yang menjalin kerja sama dengan proyek-proyek pemerintah,” kata Misbakhun kepada Kontan.co.id, Kamis (6/5).
Sekalipun bukan tarif PPN ditingkatkan bukan secara umum, tapi hanya terhadap beberapa barang/jasa tertentu, Misbakhun mengatakan cara itu tetap membebankan ekonomi. Sebab, tetap ada kenaikan harga barang/jas dari sektor tertentu, sementara daya beli konsumennya belum tentu pulih di tahun depan.
Misbakhun menambahkan cara lain untuk mengejar penerimaan pajak yakni pemerintah harus berani menarik pajak penghasilan atas perusahaan di luar negeri. Biar tidak ada kehadiran fisik di Indonesia, tapi perusahaan digital tersebut telah mendapatkan manfaat ekonomi dari dalam negeri.
“Selain itu pemerintah juga bisa mengenakan pajak atas transaksi perbankan dalam rangka perdagangan online,” ujar dia.
Baca Juga: Menelusuri asal usul rencana kenaikan tarif PPN dan respons pengusaha
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah berencana akan meningkatkan tarif PPN tahun depan. Adapun tarif PPN yang berlaku saat ini yakni sebesar 10%.
“Kenaikan tarif PPN akan dibahas dalam Undang-Undang (UU) ke depan,” kata Menkeu Sri Mulyani dalam Musyarawah Perancanaan Pembangunan Nasional 2021, Selasa (4/5).
Sebagai informasi, dalam UU Nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah mengisyaratkan tarif PPN dapat berada di kisaran 5% hingga 15%. Artinya, meskipun saat ini pemerintah telah menetapkan tarif PPN 10%, pemberlakuan tarif 15% bisa diterapkan apabila ada peraturan pemerintah (PP) terkait atau revisi UU 42/2009.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News