kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.755   -3,00   -0,02%
  • IDX 7.480   -25,75   -0,34%
  • KOMPAS100 1.154   -2,95   -0,26%
  • LQ45 913   0,81   0,09%
  • ISSI 227   -1,59   -0,70%
  • IDX30 471   1,26   0,27%
  • IDXHIDIV20 567   3,73   0,66%
  • IDX80 132   -0,15   -0,11%
  • IDXV30 139   -0,18   -0,13%
  • IDXQ30 157   0,79   0,50%

Anggota Komisi VIII Sayangkan Penghentian RUU Penanggulangan Bencana


Minggu, 05 Juni 2022 / 19:26 WIB
Anggota Komisi VIII Sayangkan Penghentian RUU Penanggulangan Bencana
ILUSTRASI. Sejumlah pengungsi korban gempa bumi berada di dalam tenda pengungsian


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Komisi VIII DPR Bukhori Yusuf menyayangkan dihentikannya pembahasan mengenai Rancangan Undang- Undang (RUU) tentang Penanggulangan Bencana. Pasalnya, UU No.24 tahun 2007 memiliki beberapa kelemahan.

“Jadi begini kalau dengan penghentian RUU tentang Penanggulangan Bencana artinya kembali ke aturan lama sangat disayangkan karena di dalam UU yang lama memang memiliki banyak kelemahan,” kata dia pada Kontan.co.id, Minggu (5/6)

Pertama, menurutnya, pada UU No.24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana belum memperkuat peran lembaga. Sementara penataan kelembagaan pada UU tersebut masih didominasi oleh unsur militer yang aktif.

Sedangkan Bukhori menilai pada saat ada bencana alam yang sering melakukan penanganan pertama justru mereka penggiat sosial di luar dari kepolisian dan militer.

Baca Juga: RUU Penanggulangan Bencana Dihentikan, Alokasi Anggaran Mengacu UU No. 24/2007

“Nah karena itu kita berharap, bahwa struktur di tingkat pusat harus dirasionalisasi supaya tidak terjadi double job. Karenanya kita butuh lembaga yang independen, seperti memperkuat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP),” tuturnya.

Selanjutnya, dia mengatakan pada UU tersebut tidak ada kejelasan terkait jumlah anggaran yang digunakan untuk penanggulangan bencana.

Oleh karenanya pihaknya mengusulkan untuk ada patokan pengalokasian anggaran paling sedikit 2% dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) maupun APBD.

“Sebab dengan adanya pengalokasian pasti seperti itu, nantinya lebih bisa memastikan kesiapsiagaan pemerintah di dalam menghadapi bencana yang tidak dapat diprediksi kapan datangnya,” tuturnya.

Namun katanya, pemerintah justru memiliki pemahaman yang berbeda. Menurutnya revisi yang telah diusulkan komisi VIII DPR merupakan upaya yang lebih strategis dalam menghadapi bencana.

Sebagai tambahan informasi, DPR resmi menghentikan pembahasan Rancangan Undang-undang atau RUU Penanggulangan Bencana. Hal tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna DPR RI yang digelar pada Selasa, 31 Mei 2022.

Baca Juga: DPR Setujui Penghentian Pembahasan RUU Penanggulangan Bencana

Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto mengatakan, pembahasan RUU inisiatif DPR itu dihentikan karena tidak ada kesepahaman soal nomenklatur Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB. Pemerintah tidak mau menyebutkan nomenklatur BNPB dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah atau BPBD secara eksplisit dalam RUU itu.

Sebaliknya, DPR ingin BNPB disebut secara eksplisit agar memperkuat posisi lembaga tersebut. Namun, dalam Daftar Invetarisasi Masalah (DIM) Pemerintah, bab kelembagaan hanya diisi dengan kata badan. Dengan alasan untuk memberikan fleksibilitas kepada presiden.

Nomenklatur BNPB hanya akan dicantumkan dalam Peraturan Presiden. DPR tidak setuju dengan hal tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×