Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Target pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk menekan dana subsidi ke sektor-sektor produktif kembali diuji. Lihat saja, anggaran subsidi energi tahun 2017 ini justru membengkak di atas Rp 100 triliun. Ini adalah kali pertama nilai subsidi energi menembus ke atas Rp 100 triliun dalam dua tahun terakhir, setelah bisa "mencabut" mayoritas subsidi bahan bakar minyak (BBM).
Itulah hasil kesepakatan antara kesepakatan pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) DPR yang digelar Selasa (18/7). Hasil kesepakatan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2017, subsidi energi ditetapkan sebesar Rp 101,2 triliun.
Pembengkakan subsidi energi terbesar terjadi subsidi BBM dan gas elpiji 3 kilogram (kg). Dalam APBN 2017 nilainya Rp 32,33 triliun. Kini, angka itu naik menjadi Rp 50,19 triliun. Sedangkan subsidi listrik naik dari Rp 44,98 menjadi Rp 51 triliun.
Kesepakatan itu lebih rendah dari usulan awal pemerintah dalam nota keuangan RAPBN-P 2017 yang sebesar Rp 103,1 triliun. Terdiri dari subsidi BBM dan LPG 3 kg sebesar Rp 51,1 triliun dan subsidi listrik Rp 51,9 triliun.
Meski sepakat menambah subsidi energi, Wakil Ketua Banggar DPR Said Abdullah menyebut kenaikan belanja subsidi energi lebih dari Rp 100 triliun tak produktif. "Sejatinya hal ini tidak sejalan dengan tujuan awal pemerintah," ujarnya, Selasa (18/7).
Askolani, Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan mengatakan, jebolnya anggaran subsidi energi tahun ini akibat semua lapisan masyarakat bisa menikmati subsidi elpiji 3 kg. "Kami masih evaluasi, sehingga untuk melaksanakan subsidi tertutup bagi elpiji 3 kg belum bisa. Kalau ada pembatasan harus ada kesiapan targetnya, tidak bisa sembarangan," ungkapnya
Namun Askolani khawatir, jika subsidi gas elpiji 3 kg diterapkan tertutup seperti dalam penyaluran subsidi listrik, akan berisiko besar. Apalagi jika persiapannya tidak matang dan cermat.
Oleh karena itu, pemerintah memastikan penerima elpiji 3 kg tidak dikurangi. Harga juga dijamin stabil kendati anggaran negara jebol dibuatnya.
Dalam APBN 2017, pemerintah sebenarnya sudah berencana melakukan penyaluran subsidi BBM dan elpiji secara tertutup untuk 26 rumah tangga miskin dan 2,3 juta usaha mikro. Atas alasan itu, Said menilai pemerintah gagal memenuhi UU APBN 2017.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance Bhima Yudhistira menilai, seharusnya penyelamatan daya beli masyarakat oleh pemerintah tak lewat subsidi energi. Cara lebih efektif adalah fokus menambah bantuan sosial.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News