kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Anggaran perlindungan sosial pada 2022 lebih rendah dari 2021, ini kata Indef


Selasa, 17 Agustus 2021 / 16:08 WIB
Anggaran perlindungan sosial pada 2022 lebih rendah dari 2021, ini kata Indef
ILUSTRASI. Warga melintas di depan mural bergambar pencegahan penularan Covid-19 di kawasan Tebet, Jakarta. KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Bidara Pink | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mengalokasikan anggaran perlindungan sosial sebesar Rp 427,5 triliun untuk tahun 2022. Anggaran ini turun 12,4% dari outlook anggaran perlindungan sosial pada tahun 2021 yang sebesar Rp 487,8 triliun.

Ekonom senior Indef Dradjad Wibowo mengatakan, penurunan anggaran perlindungan sosial pada tahun depan masih belum tepat waktu. 

“Anggaran perlindungan sosial yang turun hingga Rp 60,3 triliun ini masih belum tepat waktu. Masih ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian,” ujar Dradjad dalam Diskusi Publik INDEF Merespon Pidato Kenegaraan dan Nota Keuangan RAPBN 2022, Selasa (17/8). 

Menilik alasan pemerintah, Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan penurunan anggaran perlindungan sosial pada tahun depan didasarkan pada optimisme angka harian Covid-19 sudah menurun sehingga dampak negatifnya terhadap ekonomi masyarakat bisa berkurang. 

Baca Juga: Sri Mulyani: Kinerja APBN 2022 masih akan dipengaruhi pandemi Covid-19

Apalagi, pemerintah meyakini bahwa tingkat vaksinasi sudah tinggi sehingga kemungkinan terbentuknya kekebalan kelompok (herd immunity) tercapai terbuka lebar. Ini bisa menjadi sentimen positif bagi perkembangan perekonomian. 

Dradjad meragukan hal itu. Menurutnya, masih belum ada data atau prediksi kredibel bahwa herd immunity akan tercapai di 2022. Pasalnya, ia melihat cakupan vaksinasi bari 10,4% dari total penduduk. Bahkan, di bawah rata-rata dunia yang sebesar 23,6%. 

Selain itu, ia menilai pemerintah tidak memiliki data terkait porsi dan level antibodi masyarakat setelah divaksinasi. Kalau tidak memiliki ini, ketakutannya adalah ketika pergerakan masyarakat dikendorkan, maka akan tinggi juga risiko penularan. Makanya, pemerintah perlu memikirkan akan hal ini. 

Dradjad juga mengingatkan, perlindungan sosial ini merupakan lahan basah bagi niat korupsi. Makanya, pengawasan perlindungan sosial harus jadi priortas bagi presiden, DPR, BPK, maupun KPK. Terutama terkait ketepatan peneriman, ketepatan manfaat, dan kemungkinan tindak korupsi. 

Selanjutnya: Pemerintah anggarkan Rp 427,5 triliun untuk perlindungan sosial di 2022

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×