kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Analisis kartu kredit setelah tax amnesty


Senin, 20 Juni 2016 / 10:32 WIB
Analisis kartu kredit setelah tax amnesty


Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Adi Wikanto

Jakarta. Dampak kebijakan yang mewajibkan perbankan melaporkan data kartu kredit nasabahnya, tidak akan terjadi pada tahun ini. Sebab, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) baru menganalisis semua data kartu kredit yang telah diterimanya pada tahun depan.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, ada dua hal yang menyebabkan hal itu. Pertama, analisis data kartu kredit baru dilakukan setelah semua Perbankan melaporkan data kartu kredit dengan lengkap.

Sementara saat ini, otoritas pajak mengaku belum semua Bank melaporkan data kartu kredit nasabahnya. Tercatat, hingga pekan lalu hanya sekitar tiga bank yang sudah melaporkan data kartu kredit dengan lengkap.

Sementara sebagian besar bank lainnya belum melapor. Dan ada yang belum melaporkan namun ada juga yang sudah melaporkan tetapi belum lengkap. "Analisis tidak bisa dilakukan jika data belum lengkap," kata Bambang, Jumat (17/6) di Jakarta.

Ia mengakui, saat ini belum semua bank siap menyerahkan data kartu kredit seperti yang diminta oleh otoritas pajak. Sejumlah bank memerlukan penyesuaian agar kebijakan ini bisa berjalan.

Alasan kedua, pemerintah juga menunggu pelaksanaan kebijakan pengampunan pajak. Menurut Bambang, pelaksanaan pengampunan pajak alias tax amnesty akan sangat menguras sumber daya yang dimiliki untuk mensukseskan program ini. Dengan begitu, pemerintah akan lebih dulu fokus pada pelaksanaan tax amnesty. Rencananya, kebijakan ini berlaku mulai bulan Juli 2016 hingga enam atau sembilan bulan ke depan.

Sebelumnya, kebijakan data kartu kredit ini mendapatkan kritik dari sejumlah pihak. Antara lain dari pengusaha dan bankir.

Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Putri K. Wardhani mengatakan, kebijakan ini justru kontra produktif terhadap upaya pemerintah mendorong konsumsi. Kartu kredit adalah salah satu instrumen konsumsi. Ia meminta pemerintah mengkaji lagi aturan ini.

Direktur P2 Humas Ditjen Pajak Yoga Saksama mengatakan, kebijakan ini tidak melanggar aturan manapun. Kalaupun ada dampak yang tidak diharapkan, hal itu dinilai hanya gejala sesaat.

Ia yakin, penggunaan kartu kredit akan kembali meningkat. Sebab, sistem transaksi dengan kartu kredit justru mempermudah konsumen.

Ditjen Pajak kini membutuhkan banyak data sebagai pembanding data pajak. Dengan data pembanding, pihaknya bisa lebih akurat dalam melakukan pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan. Selain data kartu kredit, pemerintah juga telah bekerjasama dengan kepolisian tentang data kendaraan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×