kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Amerika Serikat Terancam Terpelesat ke Jurang Resesi, Ini Kata Ekonom?


Selasa, 21 Juni 2022 / 18:46 WIB
Amerika Serikat Terancam Terpelesat ke Jurang Resesi, Ini Kata Ekonom?
ILUSTRASI. Sebuah kapal pesiar berlayar melewati cakrawala Kota New York, New York, AS, 26 Mei 2019. Amerika Serikat Terancam Terpelesat ke Jurang Resesi, Ini Kata Ekonom?


Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Laju ekonomi Amerika Serikat (AS) dikhawatirkan terperosok ke jurang resesi. Padahal kini negara Paman Sam tengah berkutat dengan kekhawatiran terkait peningkatan inflasi dan normalisasi kebijakan suku bunga. 

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual memang melihat, kemungkinan ekonomi AS mengalami resesi terbuka lebar. Menurut bacaannya, resesi ekonomi AS bisa terjadi pada tahun 2023. 

“Probabilitas, bisa tahun depan resesi AS. Saat ini kekhawatiran masih terkait inflasi yang tinggi, nah selanjutnya bisa berlanjut ke resesi ekonomi,” jelas David kepada Kontan.co.id, Selasa (21/6). 

David mengatakan, potensi resesi AS ini sebenarnya bisa terlihat dari dua hal. Pertama inversi imbal hasil (yield) obligasi AS atau US Treasury. Inversi imbal hasil ini terjadi ketika imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor singkat menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan imbal hasil obligasi bertenor panjang. 

Baca Juga: The Fed Kerek Bunga Acuan, Ini Pertimbangan Bank Mandiri Soal Kebijakan Bunga Kredit

David menjelaskan, imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun saat ini berada di level 3,23%, sedangkan US Treasury tenor 5 tahun ada di level 3,34%. Namun, biasanya, para investor akan membandingkan imbal hasil US Treasury 10 tahun ini dengan US Treasury dengan tenor lebih pendek, yaitu 2 tahun. 

“Bila dibandingkan sekarang, memang belum terlihat inversi imbal hasil. Namun, kita harus waspada karena ini telah menuju ke sana sehingga ada indikasi kemungkinan resesi. Ini salah satu indikator yang cukup kuat,” tambah David. 

Kedua, peningkatan suku bunga kredit di AS, termasuk kredit properti. Menurut pengamatan David, suku bunga kredit properti di AS tenor 30 tahun sudah naik di atas 6%, atau level-nya mirip dengan suku bunga kredit properti waktu menjelang krisis finansial global.

Namun, David mengaku peningkatan suku bunga kredit properti di AS nampaknya tak memengaruhi permintaan properti karena eksposur ke instrumen derivatif tak sebesar waktu itu. 

Tentu saja, gonjang-ganjing di negara adidaya tersebut akan membawa dampak kepada Indonesia, mengingat AS merupakan salah satu negara mitra dagang Indonesia. Namun, David melihat dampaknya tidak akan terlalu besar karena porsi ekspor dan impor Indonesia ke pertumbuhan ekonomi tidak sebesar konsumsi rumah tangga. 

Dengan demikian, David mengimbau pemerintah untuk menguatkan kondisi pertumbuhan ekonomi domestik. Hal ini bisa dilakukan dengan, pertama, menjaga suplai pangan untuk menekan tingkat inflasi. 

Baca Juga: Resesi AS di Depan Mata, Kenaikan Suku Bunga The Fed Diramal Berlanjut hingga 2023

Penguatan kerja sama antardaerah dipandang David sebagai sesuatu yang penting. Hal ini untuk meminimalisir impor bahan pangan, karena ia melihat kadang ada daerah yang mengalami kekurangan bahan pangan, di saat daerah lain mengalami kelebihan bahan pangan. Dengan perkuat kerja sama antardaerah, tentu kebutuhan bahan pangan akan makin terpenuhi. 

Kedua, menjaga daya beli masyarakat dengan tetap memberikan subsidi atau bantalan sosial lainnya. Namun, David menegaskan, penyaluran subsidi dan bantuan sosial ini harus benar terarah kepada masyarakat yang membutuhkan.

Sedangkan dari kebijakan moneter, David mengimbau BI untuk menjalankan mandatnya untuk tetap menjaga inflasi dan pergerakan nilai tukar rupiah. Ia mendukung upaya bank sentral dalam melakukan normalisasi likuiditas lewat peningkatan tarif giro wajib minimum (GWM). 

Baca Juga: Pejabat Fed Berharap Siklus Pengetatan Moneter 1994 Berulang di Masa Sekarang

BI juga bisa untuk menaikkan suku bunga acuan. Menurut perkiraannya, paling tepat BI menaikkan suku bunga pada semester II-2022, atau bisa pada kuartal III-2022, seiring dengan kebijakan The Fed yang makin agresif. Hal ini untuk menjaga kesenjangan aset rupiah. 

Dengan upaya tersebut, David meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 dan tahun 2023 masih bisa berada di sekitar 5% yoy, atau lebih tepatnya bergerak di kisaran 4,8% yoy hingga 5,2% yoy. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×