Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Korlantas Polri mengusulkan adanya penghapusan biaya balik nama kendaraan bermotor (BBN2) dan pajak progresif kendaraan.
Menurut Dirregident Korlantas Polri Brigjen Pol Drs. Yusri Yunus, usulan itu tujuannya untuk menertibkan data kepemilikan kendaraan dan menstimulus masyarakat agar semakin patuh untuk membayar pajak.
“Kami usulkan agar balik nama ini dihilangkan. Kenapa dihilangkan? Biar masyarakat ini mau semua bayar pajak,” kata Yusri dalam keterangan yang dihimpun Kontan.co.id, Jum'at (26/8).
Yusri mengungkapkan berdasarkan data yang diperolehnya, salah satu alasan banyak orang tidak membayar pajak kendaraan bermotor karena pembeli kendaraan bekas tidak mengganti identitas kepemilikan nama kendaraan lantaran biayanya yang mahal.
Baca Juga: Korlantas Polri Usulkan Hapus Biaya Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Apa Untungnya?
Sementara untuk usulan penghapusan pajak progresif, Yusri menyebut banyak pemilik kendaraan asli memakai nama orang lain untuk data kendaraannya agar dapat menghindari pajak progresif.
“Pajak untuk PT itu kecil sekali, rugi negara ini. Makanya kita usulkan pajak progresif dihilangkan saja sudah, biar orang yang punya mobil banyak itu senang, enggak usah pakai nama PT lagi cuma takut aja bayar pajak progresif,” paparnya.
Yusri menyatakan akan mengusulkan itu kepada kepala daerah mulai dari gubernur hingga bupati. Hal itu demi pendapatan daerah meningkat. Timbal balik dari pendapatan daerah meningkat ialah fasilitas publik akan dapat maksimal diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat.
“Bukan urusan polisi, pajak urusan Suspenda, tapi kami bersinergi di sana, terutama soal data,” pungkasnya.
Lebih lanjut Yusri menyampaikan, saat ini ada perbedaan jumlah kendaraan bermotor antara data dari Kepolisian, PT Jasa Raharja dan Kemendagri.
Baca Juga: Program Pemutihan Pajak Kendaraan Jawa Barat Dimulai 1 Juli 2022, Warga Dapat Apa?
Hal itu bisa terjadi karena pemilik kendaraan tidak melaporkan keadaan kepemilikan kendaraannya. Semisal kendaraanya hilang, sudah rusak dan atau tidak bayar pajak sehingga datanya terhapus.
Selain itu, perbedaan data kendaraan juga mempengaruhi pada data kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak. Oleh karenanya, Yusri berharap dengan adanya rakor Samsat tingkat nasional yang dihadiri berbagai stakeholder terkait, masalah data ini bisa disamakan.
“Kami sedang mengatur single data untuk menyatukan dan menyamakan semua data,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News