Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Dua bulan pertama tahun 2025 menjadi cerminan tantangan besar bagi perekonomian Indonesia.
Penerimaan pajak yang anjlok hingga Februari 2025 menandakan kondisi ekonomi yang tidak lagi secerah tahun-tahun sebelumnya.
Penurunan ini terlihat pada Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri (PPN DN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Badan, di mana dua sektor yang mencerminkan aktivitas konsumsi dan kinerja perusahaan.
Kondisi ini tak bisa diabaikan, sebab bisa menjadi alarm bagi pemerintah dan dunia usaha untuk segera mengantisipasi dampaknya agar perlambatan ekonomi tak semakin dalam.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), setoran PPh Badan tercatat sebesar Rp 39,8 triliun. Angka ini turun 1,25% jika dibandingkan dengan realisasi Februari 2024 yang mencapai Rp 39,3 triliun.
Kendati begitu, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu memastikan bahwa setoran PPh Badan tersebut masih mengikuti pola normal, meskipun ada sedikit perlambatan, seiring dengan harga beberapa komoditas yang melemah.
Baca Juga: Setoran PPN Dalam Negeri Turun 9,69% Per Februari 2025
"Ini kondisinya juga cukup normal, tidak ada anomali sama sekali," ujar Anggito dalam Konferensi Pers di Jakarta, Kamis (13/3).
Sementara itu, realisasi penerimaan PPN DN hingga Februari 2025 hanya mencapai Rp 102,5 triliun, atau turun 9,69% jika dibandingkan realisasi hingga Februari 2024 yang mencapai Rp 113,5 triliun.
Tidak hanya itu, realisasi penerimaan PPh 21 pada periode Januari-Februari 2025 mencapai Rp 26,3 triliun. Ini menyusut 39,5% jika dibandingkan dengan periode Januari-Februari 2024 yang mencapai Rp 43,5 triliun.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Andalas (Unand) Syafruddin Karimi mengatakan bahwa penurunan setoran pajak dari PPN DN menunjukkan adanya pelemahan konsumsi masyarakat yang berdampak pada berkurangnya transaksi yang dikenakan pajak.
Sementara itu, anjloknya setoran PPh Badan mencerminkan penurunan profitabilitas perusahaan di berbagai faktor.
Menurutnya, pelemahan ini tidak hanya disebabkan oleh faktor eksternal, melainkan juga oleh kendala administrasi perpajakan. Pasalnya, implementasi Coretax yang belum berjalan optimal menghambat pencatatan dan pembayaran pajak.
Selain itu, melemahnya daya beli dan tingginya ketidakpastian ekonomi juga turut menekan aktivitas konsumsi dan investasi.
"Jika tren ini berlanjut, defisit APBN 2025 berisiko melebar lebih dari target 2,53% PDB, yang dapat mendorong pemerintah untuk meningkatkan pembiayaan utang," ujar Syafruddin kepada Kontan.co.id, Kamis (13/3).
Ia menegaskan, pemerintah perlu segera memperbaiki sistem administrasi perpajakan, memberikan insentif bagi sektor usaha yang terdampak, dan memastikan kebijakan fiskal dapat menyesuaikan dengan kondisi ekonomi yang sedang melemah.
Syafruddin memandang, penurunan setoran PPN DN dan PPh Badan berkaitan erat dengan pelemahan daya beli masyarakat serta penurunan laba perusahaan.
Ketika daya beli melemah, masyarakat cenderung mengurangi konsumsi yang berdampak pada menurunnya transaksi yang dikenakan PPN.
Di sisi lain, laba perusahaan menurun karena permintaan yang lebih rendah, sehingga pajak penghasilan yang dibayarkan ikut berkurang.
Ia menambahkan, inflasi yang masih tinggi dan suku bunga yang ketat semakin menekan konsumsi. Jika harga barang dan jasa terus meningkat sementara pendapatan tidak tumbuh, maka daya beli masyarakat akan terus tergerus.
Selain itu, dunia usaha juga menghadapi tantangan besar karena biaya produksi meningkat akibat suku bunga yang tinggi dan fluktuasi nilai tukar.
"Penurunan penerimaan pajak mencerminkan kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih. Jika konsumsi tetap lemah dan perusahaan terus mengalami tekanan profitabilitas, pemulihan ekonomi akan berjalan lebih lambat," katanya.
Oleh karena itu, pemerintah perlu mengadopsi kebijakan yang dapat mempercepat pemulihan daya beli masyarakat serta memberikan dukungan bagi sektor usaha agar dapat meningkatkan kapasitas produksi dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja.
Sementara itu, Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai bahwa penurunan penerimaan PPh Badan dan PPN DN menunjukkan adanya penurunan daya beli yang identik dengan perlambatan ekonomi.
Ia menilai perekonomian awal tahun ini memang kurang sehat, di mana berdasarkan data Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa penjualan eceran Januari 2025 terkontraksi 4,7% yoy dan diperkirakan akan berlanjut di Februari 2025.
"Situasi menantang di awal tahun ini tentunya akan menjadi beban untuk mewujudkan target penerimaan pajak, karena PPN dan PPh Badan mewakili sekitar 60% penerimaan pajak," kata Wija.
Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto menilai bahwa penurunan setoran PPh Badan berkaitan dengan kinerja korporasi yang tidak sesuai harapan.
Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah agar memastikan kegiatan perekonomian tetap stabil sehingga kinerja korporasi tetap terjaga dan berkontribusi positif terhadap penerimaan.
"Karena bagaimanapun besaran PPh Pasal 25 yang disetor perusahaan-perusahaan tiap bulannya akan tergantung pada kinerja keuangan mereka," imbuh Wahyu.
Baca Juga: Setoran Pajak hingga Februari 2025 hanya Rp 298,87 Triliun, Ini Penyebabnya
Selanjutnya: Menilik Bisnis Payroll Perbankan untuk Menarik Dana Murah
Menarik Dibaca: 4 Buah Terbaik untuk Menurunkan Tekanan Darah Tinggi, Baik buat Jantung
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News