Reporter: Abdul Basith Bardan | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengungkapkan perlunya akselerasi untuk percepatan ketersediaan vaksin virus corona (Covid-19).
Akselerasi tersebut harus dilakukan dari segala sisi dalam proses vaksinasi. Tidak hanya pengadaan dan distribusi, tetapi juga persiapan secara sosial dalam vaksinasi.
"Jika bisa diakselerasi prosesnya, maka vaksin bisa didapatkan dalam kurun waktu 12 – 18 bulan," ujar Humas PB IDI Halik Malik saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (8/10).
Halik menjelaskan bahwa perlu adanya strategi kampanye vaksinasi Covid-19. Nantinya kampenye tersebut harus menjelaskan seluruh tahapan dari persiapan vaksin.
Baca Juga: Rekor lagi, tambah 4.850 kasus, yuk disiplin pakai masker, cuci tangan dan jaga jarak
"Penerapan sasaran, penyusunan microplanning sampai pada pelaksanaan vaksinasinya, termasuk pemantauan cakupan dan efektifitasnya, serta evaluasi keberhasilannya membentuk kekebalan terhadap Covid-19 di masyarakat," terang Halik.
Halik berharap seluruh pihak dapat membantu proses percepatan pengadaan vaksin. Langkah yang dianggap tepat oleh PB IDI adalah dengan bekerja sama dengan pengembang vaksin seperti Sinovac, Sinopharm, dan lainnya.
Selain itu, Ia juga menegaskan pentingnya bagi Indonesia untuk dapat memproduksi vaksin sendiri. Oleh karena itu konsorsium pengembangan vaksin merah putih menjadi upaya yang tepat.
"Semoga vaksin produksi dalam negeri yang disebut Vaksin Merah Putih itu bisa segera berproses," jelas Halik.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden nomor 99 tahun 2020 tentang pengadaan vaksin dan pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanggulangan pandemi virus corona (Covid-19).
Pada Perpres tersebut disiapkan segala hal yang berkaitan dengan pengadaan vaksin. Vaksin Covid-19 diharapkan dapat memulihkan kondisi negara yang telah tertekan selama pandemi.
Baca Juga: Imbal unitlink campuran dan saham ambles akibat pandemi corona (Covid-19) \
Berdasarkan pasal 4 Perpres 99/2020 pengadaan vaksin dilakukan melalui tiga cara. Antara lain adalah penugasan terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN), penunjukkan langsung badan usaha penyedia, dan kerja sama dengan lembaga atau badan internasional.
Pada pasal 10 diatur mengenai harga pembelian vaksin Covid-19. Harga pembelian vaksin Covid-19 akan ditentukan oleh Menteri Kesehatan.
Pemerintah juga mengatur terkait dengan kemudahan fasilitas fiskal dalam pembelian vaksin. Antara lain fasilitas perpajakan, kepabeanan, dan cukai atas impor vaksin, bahan baku vaksin, peralatan yang diperlukan dalam produksi vaksin, serta perlatan yang dibutuhkan dalam kegiatan vaksinasi.
Pelaksanaan vaksinasi akan dilakukan oleh Kementerian Kesehatan. Nantinya Kemenkes menetapkan kriteria dan prioritas penerima vaksin, prioritas wilayah penerima vaksin, jadwal dan tahapan pemberian vaksin, serta standar pelayanan vaksinasi.
Pendanaan pengadaan vaksinasi Covid-19 bersumber pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta sumber lain yang sah dan tidak mengikat. APBN juga dapat digunakan untuk mekanisme kontrak tahun jamak.
Baca Juga: UPDATE Corona Indonesia, Kamis (8/10): Tambah 4.850 kasus, pakai masker & jaga jarak
Pemerintah memberikan penyertaan modal negara (PMN) kepada PT Bio Farma (Persero) selaku BUMN yang ditunjuk untuk pengadaan vaksin. Guna memastikan ketersediaan vaksin, Perpres tersebut mengatur mengenai pembayaran uang muka.
Uang muka yang dapat dibayarkan berdasarkan beleid tersebut bisa lebih tinggi dari 15% dari harga kontrak tahun jamak. Pemerintah daerah juga dapat melakukan pengadaan vaksin dengan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Asal tahu saja saat ini penambahan kasus positif Covid-19 di Indonesia masih terus berlangsung. Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 hingga Rabu (7/10) terdapat 320.564 kasus positif dimana 244.060 orang sembuh dan 11.580 orang meninggal dunia.
Selanjutnya: Harus beraktivitas di luar, ini masker pilihan dari analis Infovesta Wawan Hendrayana
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News