Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Dadan M. Ramdan
JAKARTA. Produsen tahu dan tempe mengamcam bakal kembali mogok berproduksi pada akhir bulan ini, jika harga kedelai masih tetap tinggi.
Perajin yang tergabung dalam Gabungan Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo) menuntut pemerintah bisa menjamin kepastian harga kedelai yang terus fluktuatif dalam waktu relatif cepat. "Jika sampai akhir bulan September tidak ada tanggapan dari pemerintah, kami akan melakukan demo nasional,” tandas Aip Syarifuddin, Ketua Umum Gakoptindo, Minggu (23/9).
Pada Juni lalu, Gakoptindo sudah menggelar mogok produksi menyusul kenaikan harga kedelai yang sangat memberatkan perajin tahu dan tempe.
Harga kedelai impor di pasaran, saat ini sudah mencapai Rp 8.500 per kilogram, sedangkan kedelai lokal Rp 6.000 sampai Rp 7.000 per kilogram.
Aip bilang, ada beberapa tuntutan produsen tahu dan tempe. Pertama, pemerintah diminta segera menerbitkan peraturan presiden (perpres) tentang ketahanan pangan akhir September ini.
Kedua, pemerintah perlu membuat kebijakan tata niaga kedelai agar harga kedelai tak liar. “Bila harganya Rp 7.000 per-kilogram, tidak masalah asal perubahannya setiap empat sampai enam bulan sekali,” kata Aip.
Khudori, pengamat pangan menilai, ancaman mogok produksi oleh Gakoptindo tersebut memang wajar. Tidak adanya kepastian harga kedelai akan menyulitkan mereka melakukan perencanaan biaya produksi. “Pengusaha bisa menerima penetapan harga kedelai meski terbilang agak tinggi, ketimbang perubahan harga yang terjadi dalam hitungan hari,” ujarnya.
Menurutnya, kebijakan pemerintah merespons tuntutan pengusaha tahu dan tempe masih reaktif. Contohnya, saat para produsen tempe dan tahu melakukan mogok produksi bulan Juni lalu, pemerintah hanya mengeluarkan kebijakan pembebasan beas masuk yang ditujukan bagi importir kedelai. "Harusnya pemberian subsidi bagi perajin tempe untuk pembelian kedelai," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News