Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Perum Bulog menyatakan telah siap melaksanakan peran sebagai stabilisator harga untuk tiga komoditas pangan yaitu beras, gula, dan kedelai. Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Ali Mueso menuturkan, Bulog punya pengalaman mengurus sembilan komoditas sehingga tinggal membutuhkan beberapa persiapan saja.
Menurut Sutarto, aspek yang diperhatikan Bulog untuk mempersiapkan diri yaitu dari sisi infrastruktur, SDM, dan sistem serta mekanisme kerja baru. "Untuk infrastruktur seperti gudang kita sudah siap dengan kapasitas total 4 juta ton," ujarnya kepada Kontan, Selasa(4/9).
Sebagai Info, Tim Revitalisasi Bulog telah menyerahkan draft rekomendasi kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa pada Selasa (4/9). Kemudian, Menko Perekonomian akan menyerahkan secepatnya kepada Presiden untuk segera dibentuk Peraturan Presiden(Perpres) revitalisasi Bulog.
Sutarto mengatakan, jika ada arahan untuk melaksanakan peran baru tersebut pada akhir tahun, pihaknya mengaku siap. Namun Ia menjelaskan bahwa dalam aturannya nanti target minimal waktu Bulog menjalankan peran dalam revitalisasi Bulog adalah enam bulan setelah Peraturan Presiden (Perpres) terbit.
Menurut Sutarto, kapasitas gudang Bulog sebesar 4 juta ton sudah cukup untuk menampung cadangan beras, gula, dan kedelai. Sutarto menjelaskan, bahwa daya serap gula dan beras terbilang kecil yaitu untuk kedelai sebesar 720 ribu ton per tahun serta daya serap gula sebesar 2-3 juta ton per tahun.
Sutarto menuturkan, bahwa tahun ini Bulog telah mempersiapkan diri dengan meningkatkan kapasitas gudang. "Tahun 2012 ini kita menambah sebesar 28 unit gudang dengan kapasitas 50 ribu ton dan nilai investasi Rp 58 miliar," ujarnya.
Sutarto menambahkan, bahwa sumber dana tersebut berasal dari kas keuntungan perusahaan. Nilai keuntungan Bulog pada tahun 2011 sendiri sebesar Rp 900 miliar. Untuk mempersiapkan diri, Sutarto mengatakan bahwa Bulog telah melakukan pembicaraan pihak Kedutaan Besar(Kedubes) Amerika Serikat(AS), Kedubes Brazil, serta pelaku bisnis kedelai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News