kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Akademisi meragukan klaim KLHK 85% kebakaran terjadi di area konsesi


Kamis, 10 Oktober 2019 / 19:15 WIB
Akademisi meragukan klaim KLHK 85% kebakaran terjadi di area konsesi
ILUSTRASI. Personel Manggala Aqni Daerah Operasi Sulawesi Tenggara melakukan pemadaman api di sekitar landasan pacu areal Bandara Haluoleo di Kecamatan Ranomeeto, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Kamis (10/10/2019).


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kalangan akademisi dan praktisi hukum meragukan pernyataan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang menyebutkan 85% kebakaran terjadi di area konsesi yang dikelola untuk kepentingan bisnis perkebunan.

Pasalnya, selain masih simpang siurnya data mengenai luasan lahan terbakar di Indonesia,  masih ada beda data antara antara KLHK dengan Satgas Karhutla seperti yang yang terjadi di Riau.

Baca Juga: Karhutla di Dumai dan Siak berkurang signifikan berkat restorasi gambut

Persoalan lain, KHLK tidak pernah mengklasifikasikan luasan karhutla berdasarkan pemegang dan penangggung jawab konsesi.

Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Yanto Santosa menyarankan, KLHK sebaiknya mengklasifikasikan masing-masing luasan konsesi terbakar berdasarkan penanggung jawab konsesi lahannya. 

Penghitungan tidak hanya dilakukan pada kebun sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI), namun juga di konsesi tanah negara seperti areal restorasi ekosistem, areal moratorium, areal kawasan hutan lindung, area kawasan konservasi dan taman nasional.

Dari situ, bisa diklafikasi besaran persentase lahan terbakar berdasarkan kepemilikan serta penanggung jawab konsesi. “Kalau penyajian datanya seperti itu, mustahil karhutla di perkebunan sawit dan HTI mencapai  85%,” kata Yanto, Kamis (10/10). 

Hanya saja, kata Yanto, penyajian data juga punya kepentingan. Kalau dilihat dari jumlah perkara yang ditindak yakni 55 perusahaan, 1 lahan masyarakat, 1 konsesi restorasi, namun mengecualikan penanggung jawab hutan negara, persentase itu memang masuk akal, jika konsesi perusahaan  terbakar mencapai 85%. 

“Hanya saja, data itu tidak merepresentasikan kondisi karhutla sesungguhnya. Jadi bicara data itu tergantung dari mana melihatnya,” ungkap Yanto. 

Baca Juga: Geser posisi Jupiter, Saturnus punya 20 satelit yang baru terungkap

Pemerintah, kata Yanto harus lebih fair dan bijaksana dalam mengungkapkan satu permasalahan agar tidak menimbulkan masalah baru. Seharusnya, para pejabat pemerintah tidak menganggap jumlah institusi yang ditindak sebagai suatu prestasi, karena kontra produktif bagi iklim investasi Indonesia.  

Pengamat hukum lingkungan dan Kehutanan Sadino justru punya pendapat berbeda. Menurut dia, tahun ini justru karhutla didominasi oleh kawasan hutan negara yang menjadi tanggung jawab KLHK serta kawasan gambut yang dikelola BRG. 

Data Global Forest Watch (GFW) per  1 Januari 2019  hingga 16 September 2019 jelas menunjukkan di seluruh Indonesia, kebakaran di dalam konsesi sawit mencapai  11%, sedangkan  luar konsesimencapai  68%.

“Kawasan hutan negara dan gambut yang terbakar, jauh lebih luas dibandingkan kawasan berizin.  Pemerintah harus berani menunjukkan tanggung jawab atas konsesi kelolaannya. Apalagi kegiatannya didanai APBN,” kata Sadino.

Selama ini, Pemerintah terlalu arogan dan dengan mudah menunjuk masyarakat dan swasta sebagai penyebab karhutla di semua konsesi, termasuk taman nasional yang menjadi tanggung jawabnya. 

Baca Juga: BNPB salurkan dana hibah Rp 1,9 triliun untuk korban gempa Sulawesi Tengah

Sementara itu, Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK Raffles B. Panjaitan  mengatakan, sejauh ini sebagian besar perusahaan sudah melaporkan kepatuhannya terhadap Permen LHK Nomor 32/2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. 

“Kami akan melakukan evaluasi pada November hingga Desember. Evaluasi juga dilakukan terhadap pemerintah daerah. Sesuai peraturan menteri, pemda baik provinsi hingga kabupaten/kota telah diperintahkan untuk membentuk unit pengelolaan kawasan hutan, juga sarana prasarana, termasuk satuan tugas pengendalian karhutla.”

Di luar kawasan hutan, kata Raffles, pemda memiliki kewenangan mengawasi jalannya kegiatan pengelolaan lahan di masyarakat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×